Pasukan Muslim Merangsek ke Ibu Kota, Sejumlah Komandan Kompi Persia Tewas

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 11:12 WIB
loading...
Pasukan Muslim Merangsek ke Ibu Kota, Sejumlah Komandan Kompi Persia Tewas
Ilustrasi/Ist
A A A
SESUDAH Pertempuran Kadisiah , pasukan Persia melarikan diri tanpa melihat lagi ke belakang. Sebagian besar mereka sudah sampai ke bekas reruntuhan Babilon , dan yang lain terpencar di sana sini di Persia. ( )

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menyebutkan pasukan Muslimin tinggal di Kadisiah selama dua bulan sambil beristirahat dan sementara itu Sa’ad Bin Abi Waqqash pun sudah sembuh dari sakitnya. Khalifah Umar bin Khattab menulis kepada Sa’ad agar tidak meninggalkan tempat-tempat itu sampai nanti ada perintah lebih lanjut.

Setelah kemudian berita-berita tentang pasukan dan bala bantuan yang dikirimkan cukup memuaskan, ia memerintahkan Sa’ad berangkat ke Mada'in .

Perempuan dan anak-anak supaya ditinggalkan di Atiq dengan sekelompok pasukan yang akan menjaga mereka. Pasukan ini juga harus mendapat bagian rampasan perang seperti pasukan yang lain sebagai balas jasa bagi mereka yang mengawal keluarga pasukan Muslimin. ( )

Sa’ad menugaskan Zuhrah bin al-Hawiah berangkat lebih dulu ke Hirah. Sesudah Abdullah bin al-Mu'tam dan Syurahbil bin as-Samt sampai ke tempat itu, ia memulai lagi perjalanannya ke Mada'in.

Dalam perjalanan ini ia bertemu dengan sekelompok pasukan Persia di Burs. Mereka dapat dipukul mundur dan lari bergabung dengan mereka yang sudah lebih dulu ke Babilon. ( )

Burs (Borsippa atau Birs Nimrud) adalah sebuah belukar di dekat Babilon. Sebagian sejarawan menamakannya Bi'ir Namrud. Bersumber dari Ahmad bin Hammad al-Kufi. Balazuri mengatakan: "Belukar Burs terletak di depan bangunan tinggi Namrud di Babilon. Di belukar itu ada sebuah jurang curam, konon itu sebuah sumur. Babi merah bangunan itu digali dari tanahnya. Dikatakan juga mata air sumur ibi terletak di tempat tersebut."

Berita mengenai sisa-sisa pasukan Kadisiah yang berkumpul di Babilon sudah diketahui oleh Zuhrah. Mengenai hal ini, ketika di Hirah bersama Hasyim bin Utbah ia sudah melaporkan kepada Sa’ad.

Dalam perjalanan menuju Babilon Sa’ad bertemu dengan pasukan Fairuzan, yang dalam sekejap kemudian dapat dipukul mundur. Fairuzan lari ke Nahawand, Hormuzan ke Ahwaz dan Mehran ke Mada'in. ( )

Pasukan Muslimin terus maju. Di Kusi mereka dihadang oleh Syahriar yang kemudian berhasil dibunuh dan pasukan-nya dipukul mundur. Sa’ad memberi tambahan dengan barang rampasan Syahriar kepada yang membunuhnya.

Zuhrah maju terus sampai ke Sabat. Di tempat ini ia mengadakan perdamaian dengan penduduk atas dasar jizyah, yaitu ketika mereka mengetahui bahwa ia sudah menaklukkan pasukan yang menghadangnya di sekitar Sura dengan Dair dan komandan-komandannya tewas.

Tatkala pasukan Muslimin pergi ke Sawad di seluruh kawasan itu mereka tidak menemui perlawanan yang berarti. Penduduk sipilnya dari segenap penjuru cepat-cepat menemui pemimpin-pemimpin pasukan ini dan menyatakan kesetiaannya. Mereka sebagian masuk Islam, dan yang sebagian lagi dengan senang hati mau membayar jizyah.( )

Semua mereka setuju dengan undang-undang orang yang datang ke tempat mereka itu dan keadilan pun dapat ditegakkan.

Puing-Puing Babilon
Sekarang Sa’ad tinggal di Babilon, dan ia menugaskan Zuhrah bin Hawiah berangkat lebih dulu memimpin angkatan bersenjata ke Mada'in.

Coba kita lihat, apakah puing-puing peninggalan Babilon itu dalam hati Sa’ad dan mereka yang datang ke sana membangkitkan kenangan pada kota lama yang telah menjadi saksi berdirinya kebudayaan umat manusia pertama, yang silih berganti dengan Thebes, Memphis dan dunia Firaun dahulu kala?!

Apakah mereka lalu teringat pada zaman Asiria dengan peradabannya yang tinggi dan agung seperti Babilon, dengan segala temboknya yang kukuh, rumah-rumah ibadah yang besar-besar, dengan benteng-benteng perkasa dan taman-taman bergantung yang terkenal, istana-istana besar, yang telah menjadi pelopor segala kemegahan dan keindahan?! ( )

Haekal mengatakan sudah tentu mereka teringat pada Menara Babilon. Mereka teringat pada bangsa-bangsa yang datang silih berganti ke sana, sehingga jadi sangat terkenal karena banyaknya bahasa yang dipakai orang yang datang ke sana, sebagai tawanan atau sebagai penakluk.

Tetapi apa yang mereka ingat tentang menara dan tentang kota itu sendiri barangkali tidak lebih dari sekadar obrolan saat duduk-duduk di waktu malam. Mereka masih terlalu sibuk dengan yang akan mereka hadapi untuk membebaskan Mada'in. Mada'in kota yang makmur, sedang Babilon hanya tinggal puing-puing. Mada'in ibu kota Persia, sedang Babilon bukan lagi ibu kota, juga bukan lagi kota. Mada'in adalah lambang kehidupan, sedang Babilon hanya bekas masa silam yang sudah terhapus.

Orang lebih tertarik pada masa kini, jarang orang mau mengambil pelajaran dari masa lampau. Kebanyakan mereka mau mengambil pelajaran dari wajah kehidupan yang dapat tersenyum. Tetapi wajah itu juga muram. Lalu mereka teringat pada masa-masa silam, kalau-kalau masih akan ada yang dapat mengobati luka-luka masa sekarang. ( )

Hanya saja, selama itu wajah sejarah tetap tersenyum kepada Muslimin. Apa hubungannya dengan Babilon dan Asiria yang kini hanya tinggal bahan cerita, padahal di sekitar mereka kehidupan melimpah dengan harta terpendam yang sangat berharga, bahkan ada bangsa, yang begitu mendengar namanya saja sudah bergegas datang menyatakan kesetiaannya, sambil memohonkan maaf dan pengampunan.

Bahkan dengan melihat Babilon itu, di antara mereka ada yang lalu teringat pada peranan pasukan Muslimin di sana tatkala Musanna bin Harisah bermarkas di ketinggian puing-puingnya, dan tinggal di antara jaringan anak-anak Sungai Tigris, menunggu kedatangan Ormizd Jadhuweh yang akan menyerangnya.

Mereka teringat pada situasi yang sangat kritis itu, yang datang tiba-tiba menyerang mereka setelah keberangkatan Khalid ke Syam dan Syahriran putra Ardasyir naik takhta Kisra serta tekadnya hendak mengusir pasukan Arab dari negerinya.

Teringat mereka bagaimana Musanna membunuh gajah Ormizd serta bagaimana pasukan Persia dipukul mundur dan pengejaran terhadap mereka sampai ke dekat Mada'in. Mereka bercerita kepada rekan-rekan yang datang bersama Sa'ad dari Madinah dan yang bergabung kepadanya dari berbagai pelosok Semenanjung — tentang yang mereka saksikan dari semua itu. ( )

Diceritakan juga kepada mereka bahwa Sawad yang sedang mereka lalui di sekitar danau-danau yang airnya melimpah, ladang-ladang yang luas dan kebun-kebun dengan buah-buahan yang sudah masak, sudah tunduk semua kepada kekuasaan mereka. Mereka makan dari hasil bumi itu, dan buah-buahan yang masih dapat mereka kirim, mereka kirimkan ke Madinah.

Babilon dan tempat-tempat lain yang dilalui pasukan Muslimin adalah sebagian yang sudah mereka bebaskan dan di bawah perintah mereka. Kadisiah di tangan mereka dan Hirah menjadi pusat pemerintahan mereka. Burs, Kusi, kota-kota dan desa-desa lainnya sudah tunduk kepada mereka. Yang menjadi sasaran mereka selanjutnya adalah Mada'in.

Mereka melalui tempat-tempat, yang bagi kebanyakan mereka merupakan kenangan yang sangat menyenangkan dan mengesankan. Tetapi perbedaan antara dulu dengan sekarang; dulu mereka menetap dan sebagai yang berkuasa, dan sekarang merupakan medan pembebasan baru. Mereka berpindah-pindah dari yang satu kepada yang lain, ke kiri di sebelah timur Kadisiah ke arah Hirah, ke Burs dan ke Babilon, dengan tuju'an Sabat dan Mada'in. Yang mereka hadapi sekarang lebih ringan daripada yang sebelumnya, sesudah kekuatan mereka berangsur menjadi lemah. Mereka yakin bahwa sudah tak ada lagi tempat pelarian kecuali ke sana juga. ( )

Zuhrah bin al-Hawiah dan Hasyim bin Utbah berangkat menuju Mada'in. Setelah berada di dekat Bahrasir, di Sabat mereka dihadang oleh kompi Boran putri Kisra. Setiap hari stafnya bersumpah, bahwa selama mereka masih hidup Persia tidak akan hilang. Seekor singa yang sudah dijinakkan oleh Kisra ikut bersama kompi itu. Tetapi bertahannya kompi ini menghadapi pasukan Muslimin tidak lebih hanya seperti bertahannya pasukan Persia di Burs dan Babilon.

Bagaimana akan bertahan, mereka melihat nasib singa itu sama seperti nasib pasukan gajah dulu di Kadisiah! Hasyim bin Utbah melangkah maju dan menghantamnya dengan pedangnya demikian rupa sehingga singa itu tersungkur mati. Kompi itu langsung lari dan berlindung di Bahrasir. ( )

Sa’ad menyusul anak buahnya dan sudah mengetahui peranan mereka. la mencium kepala Hasyim —kemenakannya — sebagai tanda kagum atas usahanya membunuh singa itu, dan Hasyim pun mencium kaki pamannya sebagai penghargaan atas simpatinya. Kemudian Sa’ad mengangkat kepalanya ke atas sebagai tanda syukur kepada Allah dan setelah itu ia mengarahkan pandangnya ke arah Mada'in seraya membaca firman Allah: "Bukankah sebelumnya kamu sudah bersumpah bahwa kamu tidak akan tergelincir binasa?" (Qur'an, 14: 44).
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1829 seconds (0.1#10.140)