Ketika Umar Nekad Deklarasi Masuk Islam Kepada Kaum Quraisy

Minggu, 07 Juni 2020 - 04:51 WIB
loading...
Ketika Umar Nekad Deklarasi Masuk Islam Kepada Kaum Quraisy
Zaman Umar merupakan zaman yang terbesar dalam sejarah Kedaulatan Islam, bahkan dalam sejarah peradaban umat manusia. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Umar bin Khattab telah mendatangi Rasulullah yang sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya di Darul Arqam di Safa, atau mengikutinya dalam perjalanan pulang dari tempat ia salat di Ka'bah ke rumahnya. ( )

Setelah ditanya oleh Rasulullah: "Apa maksud kedatanganmu?!"

Tanpa ragu ia menjawab: "Kedatangan saya hendak beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya serta kepada segala yang datang dari Allah."

Kini, setelah dirinya menjadi muslim , lalu apa langkah selanjutnya. Apakah dia diam-diam saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa, ataukah ia perlu melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu?



Umar bukan tipekal lelaki pasif. Ia ingin melakukan sesuatu. Kini sikap Umar telah dipengaruhi Islam yang begitu kuat. Langkah pertama yang akan diambil Umar adalah mengumumkan keislamannya kepada seluruh kaum Quraisy. “Saya sekarang sudah muslim,” begitu tekadnya.

Maka berceritalah Umar bin Khattab. "Saya teringat betapa kerasnya penduduk Makkah memusuhi Rasulullah Sallalldhu 'alaihi wa sallam sebelum saya datang kepadanya dan menyatakan saya telah menganut Islam,” katanya.

“Pagi keesokan harinya saya datang mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Ia membukakan pintu seraya berkata: 'Selamat datang, kemenakanku! Ada apa?' Saya menjawab: 'Saya datang untuk memberitahukan kepada Anda bahwa saya sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Muhammad dan saya percaya akan segala yang dibawanya.' Ia membanting pintu di depanku sambil berkata: 'Sial kau! Dan berita celaka yang kaubawa!"'



Selanjutnya, Umar memutuskan untuk mendeklarasikan dirinya kepada khalayak ramai. Abdullah bin Umar yang ketika bapaknya masuk Islam masih anak-anak tetapi sudah mengerti apa yang dilihatnya, bercerita mengenai keinginan ayahnya itu untuk mengumumkan keislamannya.

Umar menyadari bahwa tindakannya itu berarti menantang kaum kafir Quraisy. Dan ia tidak peduli soal itu. Selanjutnya, Umar mencari figur yang tepat untuk mengumumkan keislamannya itu kepada khalayak ramai. Orang yang dianggap pas adalah Jamil bin Ma'mar al-Jumahi.

Pagi itu Umar bin Khattab pergi menemui Jamil dan mengatakan kepadanya, “Anda tahu, Jamil, bahwa saya sudah menjadi Muslim dan sudah menganut agama Muhammad?”



Ia tidak tidak mengucapkan sepatah katapun. Tetapi ia langsung berdiri pergi menuju Ka’bah yang pada saat itu banyak kaum Quraisy berkumpul di sana. Umar mengikuti Jamil. Ketika sudah berada di depan pintu masjid, Jamil berteriak sekuat-kuatnya: “Hai Quraisy..! Ketahuilah bahwa Umar bin Khattab sudah menyimpang meninggalkan agama leluhurnya!”

Umar yang ada di belakangnya pun berteriak tak kalah lantang: “Bohong! Tetapi saya sudah masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya!”

Pada saat itu juga orang-orang gaduh. Mereka mencaci maki Umar. Selanjutnya mereka saling serang hingga saat matahari sudah mulai tinggi.



Karena merasa sudah letih, Umar duduk. Ketika orang-orang Quraisy berdiri mengepungnya, Umar berkata, “Lakukanlah sekehendak kalian. Saya bersumpah kalau kami sudah mencapai tiga ratus orang, akan kami tinggalkan semua itu buat kalian, atau kalian tinggalkan buat kami”.

Pada saat kondisi tegang itu, menyeruak ke depan seorang laki-laki tua dari Quraisy mengenakan jubah katun bergaris-garis dan baju bersulam. Begitu sampai di depan ia berkata: “Ada apa ini!?”

“Umar meninggalkan agama leluhurnya,” jawab mereka.

“Lalu? Kalau orang mencari sesuatu untuk dirinya sendiri kalian mau apa? Kamu kira Banu Adi bin Ka'b akan menyerahkan anggotanya begitu saja? Biarkan dia..! Seolah mereka pakaian yang sudah tak terpakai..."



Lelaki pembela Umar itu adalah al-As bin Wa'il dari Banu Sahm. Dia adalah ayah Amr bin As. Banu Sahm ini sekutu kami adalah sekutu Bani Adi.

Pihak Quraisy tetap mengancam Umar setelah ia lepas dari mereka. Umar tinggal di rumah menunggu dengan rasa khawatir. Abdullah bin Umar menuturkan, dalam kondisi itu tiba-tiba al-As bin Wa'il as-Sahmi datang. "Ada apa?" tanya al-As kepada Umar. "Golongan Anda bermaksud akan membunuh saya kalau saya bergabung ke dalam Islam," jawab Umar.

"Tak mungkin," kata al-As.



Mendengar itu Umar merasa aman. Ketika al-As keluar dari tempat Umar, ia menemui orang banyak yang sedang marah. "Mau ke mana kalian?" tanyanya.

"Kami akan mendatangi Umar yang sudah meninggalkan agama kita."

"Kalau Umar sudah meninggalkan agama kita lalu mengapa? Saya akan melindunginya!" ujar Al-As tegas. Mendengar pernyataan Al-As itu, mereka lalu bubar.



Muhammad Husain Haekal dalam “Umar bin Khattab” menjelaskan perlindungan al-As kepada Umar bin Khattab ini punya pertalian sejarah, Pada jaman jahiliyah, Banu Sahm selalu melindungi Banu Adi bin Ka'b. Tatkala Banu Adi bersaing dengan Banu Abdu-Syams dan kalah, kemudian diusir oleh Banu Abdu-Syams dari Safa, mereka berlindung kepada Banu Sahm.



Perlindungan ini membuat Umar makin berani menghadapi kaum Quraisy. Disebutkan bahwa Umar pernah bertanya kepada Nabi: "Rasulullah, bukankah hidup dan mati kita dalam kebenaran?"

Rasulullah menjawab: "Memang benar! Demi Allah, hidup dan mati kalian dalam kebenaran."

"Kalau begitu," kata Umar lagi, "Mengapa kita sembunyi-sembunyi? Demi Yang mengutus Anda demi kebenaran, kita harus keluar!"



Tak lama Nabi pun keluar dalam dua rombongan. Dalam rombongan yang satu ada Umar bin Khattab dan dalam rombongan kedua ada Hamzah bin Abdul Muthalib. Keduanya merupakan lambang keperkasaan.

Tatkala memasuki masjid, Quraisy hanya melihat dengan wajah sendu. Mereka yang beringas ataupun yang bijak, tak ada yang berani mendekati kedua rombongan yang di dalamnya ada dua tokoh itu.



Gayung Bersambut
Umar sudah menerima Islam, dan semua orang harus tahu bahwa dia sudah menganut agama Islam. Siapa saja boleh marah kepadanya, terserah. Siapa saja boleh memeranginya kalau mau. Siapa saja, biar mereka yang berkumpul di tempat-tempat pertemuan mereka di sekitar Ka'bah berkomplot melawan dan memusuhinya.

Biar dia sampai merasa letih, ancamannya terhadap mereka tak akan berkurang dan ia akan berterus terang kepada mereka bahwa dia akan menghadapi mereka. Umar menegaskan kaum Muslimin bilamana sudah mencapai jumlah tiga ratus orang perang akan pecah. Sampai mereka dapat mengusir kaum musyrik dari Makkah, atau mereka yang diusir oleh kaum musyrik.



Kendati ia sudah tahu bahwa Abu Jahal beringas dan kejam, ia tak akan mundur. Ia akan mendatanginya dan akan mengetuk pintu rumahnya serta menyatakan kepadanya bahwa dia sudah menerima Islam.

Umar kuat, dan percaya kepada kekuatan. Dia masih muda, yang sangat percaya kepada kekuatan. Dia pemberani, terbuka, tak gentar bertarung dan tak pernah takut kepada siapa pun. Oleh karena itu, tak perlu ia sembunyi-sembunyi seperti Muslimin yang lain. Malah ia sudah bersumpah akan bersembahyang di Ka'bah, yaitu setelah dulu mereka salat dengan sembunyi-sembunyi di celah-celah pegunungan di sekitar Makkah.



Ia sudah memenuhi sumpahnya. Mengenai hal ini Abdullah bin Mas'ud berkata: "Islamnya Umar suatu pembebasan, hijrahnya suatu kemenangan dan kepemimpinannya suatu rahmat. Sebelum Umar memeluk Islam kami tak dapat salat di Ka'bah; setelah ia menjadi Muslim diperanginya mereka sampai mereka membiarkan kami maka kami pun dapat melakukan salat."



Dia juga berkata: "Sejak Umar bergabung ke dalam Islam kita merasa mempunyai harga diri."

Menurut sumber dari Suhaib bin Sinan ia berkata: "Sejak Umar menganut Islam, Islam tampil ke depan dan berdakwah terang-terangan. Kami duduk di sekitar Ka'bah dalam lingkaran-lingkaran dan kami pun tawaf di Ka'bah; kami berlaku adil terhadap orang yang dulu memperlakukan kami dengan kasar, dan kini gayung bersambut, kata berjawab."



Sebenarnya Umar tidak puas sebelum ia dapat melawan Quraisy supaya haknya dan hak saudara-saudaranya kaum Muslimin sama dengan hak yang lain di Ka'bah dan dalam melaksanakan salat di sekelilingnya.

Sementara dalam perjuangannya ia melihat Hamzah bin Abdul-Muttalib juga melakukan perjuangan yang sama. Ia dan Hamzah serta kaum Muslimin yang lain sekarang dapat bersikap positif, yang dulu tak pernah mereka lakukan, sikap memperjuangkan hak-hak kaum Muslimin seperti hak-hak yang ada pada Quraisy, juga agar mereka mendapat kebebasan berdakwah agama, sebab baik Quraisy atau yang lain tak boleh merintangi.



Sikap positif ini ada juga pengaruhnya terhadap semua kabilah Quraisy. Ternyata banyak di antara mereka yang begitu cenderung kepada Islam, hanya saja mereka masih takut karena harus menghadapi gangguan Quraisy. Tetapi sesudah Umar masuk Islam dan siap memerangi Quraisy, kemudian salat di Ka'bah bersama semua Muslimin, mereka pun bergabung ke dalam agama Allah dengan anggapan bahwa mereka akan bebas dari gangguan dan penganiayaan Quraisy.

Dalam hal ini Quraisy berkata satu sama lain: "Hamzah dan Umar sudah menganut Islam dan ajaran Islam sudah tersebar ke seluruh Quraisy." Sekarang mereka berpikir-pikir, bagaimana cara menghadapi situasi baru ini.



Piagam Boikot
Berita besarnya sambutan Quraisy terhadap Islam sudah tersiar luas. Berita ini kemudian tersebar dari Hijaz ke Abisinia. Muslimin yang dulu hijrah ke sana mendengar berita ini mereka kembali pulang ke tanah air. Tatkala sudah sampai di dekat Makkah, mereka mendapat kabar bahwa apa yang dikatakan orang bahwa penduduk Makkah sudah beragama Islam, rupanya tidak sesuai dengan kenyataan.

Baca Juga: Biografi Umar Bin Khattab, Khalifah Kedua yang Menaklukkan Romawi dan Persia
Soalnya, setelah Quraisy melihat keluarga mereka banyak yang mengikuti jejak Umar dan menjadi pengikut Muhammad, kabilah-kabilah Quraisy itu mengadakan kesepakatan bersama dengan menulis sebuah piagam yang isinya memboikot Banu Hasyim dan Banu Abdul-Muttalib: untuk tidak saling mengawinkan dan tidak saling berjual beli. Piagam itu digantungkan di Ka'bah sebagai penegasan dari pihak mereka.



Mereka yang hatinya sudah cenderung kepada Islam tetapi belum masuk Islam melihat apa yang dilakukan Quraisy itu mereka menjadi maju mundur dan tidak segera mengikuti Rasulullah. Dengan demikian perang yang tiada hentinya antara Quraisy dan Muslimin pecah lagi. Setelah kaum Muslimin yang baru kembali dari Abisinia mengetahui soal itu, tak seorang pun dari mereka yang mau memasuki tanah suci, kecuali yang sudah mendapat perlindungan atau masuk dengan sembunyi-sembunyi. Sebagian besar mereka kembali ke Abisinia.



Perang berkepanjangan antara Quraisy dengan pihak Muslimin pecah lagi. Tak pelak Umar pun menjadi sasaran seperti yang dialami oleh sahabat-sahabat Rasulullah yang lain. Pengalaman yang pernah menimpa mereka kini juga menimpa Umar.

Dengan terus mengikuti turunnya wahyu yang datang dari Allah imannya bertambah kukuh; ia bertambah cermat dengan disiplin yang tinggi disertai wawasannya yang tepat setelah ia berada di dekat Nabi; ia mendapat tempat di hati Rasulullah, untuk kemudian menjadi seorang sahabat Rasulullah kemudian menjadi sahabat Abu Bakar pada masanya itu; dan dalam sejarah Islam pengaruhnya yang begitu besar, sehingga namanya merupakan lambang kekuatan, keadilan, kasih sayang dan kebaktian sekaligus.

Zaman Umar merupakan zaman yang terbesar dalam sejarah Kedaulatan Islam, bahkan dalam sejarah peradaban umat manusia. (Baca Juga: Kisah Umar bin Khattab, Khalifah Kedua yang Ditakuti Setan

Lihat Juga: Berikut Ini 9 Perempuan yang Dinikahi Umar bin Khattab, Sempat Melamar 2 Lagi tapi Ditolak
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2419 seconds (0.1#10.140)