Kisah Nabi dan Desa Semut: Binatang yang Tidak Boleh Dibunuh

Rabu, 08 Juli 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Dia membunuh sebuah umat yang bertasbih kepada Allah. Dan Allah telah berfirman kepadanya untuk menegurnya, "Mengapa tidak hanya satu semut saja? Hanya karena kamu digigit oleh seekor semut, kamu membinasakan umat yang bertasbih kepada Allah." ( )

Menurut Syaikh Umar, orang yang terdidik untuk merasa bersalah jika membunuh seekor semut, dia tidak mungkin setelah itu membunuh manusia tanpa salah dan tanpa alasan yang benar. Dia akan menjadi contoh mulia yang menjaga nyawa hamba-hamba Allah sebagaimana dia menjaga tanaman dan hewan-hewan. ( )

Selanjutnya ia mengatakan, hadis ini mengajarkan pada kita bahwa tidak boleh membunuh semut, sebagaimana tidak boleh membunuh binatang lain, kecuali binatang yang menyerang dan mengganggu. Dalam sebuah hadis terdapat larangan membunuh semut, tawon, hudhud, dan shurad.

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ ، وَالضِّفْدَعِ ،
وَالنَّمْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ

“Rasulullah melarang membunuh burung shurad, kodok, semut dan burung hud-hud” (HR. Ibnu Majah)

Shurad adalah burung berkepala besar dan berparuh besar, perutnya putih, punggungnya hijau, memangsa serangga dan burung kecil.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad shahih di atas syarat Bukhari Muslim. (Syarah Shahih Muslim An-Nawawi, 14/399).



Para ulama mengarahkan bahwa semut yang dimaksud dalam hadis tersebut tidaklah bermakna mutlak yang mencakup seluruh jenis semut, namun hanya tertentu pada semut-semut besar dan panjang yang tersebut dalam kisah Nabi Sulaiman. Sehingga ketika semut selain jenis ini boleh-boleh saja untuk dibunuh, terlebih ketika semut itu menyakiti terhadap manusia atau mengganggu aktivitasnya.

Bahkan jika semut besar dan panjang yang haram dibunuh ini menyakiti manusia maka keharaman membunuhnya menjadi hilang, sehingga boleh-boleh saja hewan ini dibunuh.



Bolehnya membunuh semut ini dengan menggunakan cara yang baik dalam membunuh hewan. Salah satu cara yang baik adalah tidak membunuh dengan sesuatu yang akan semakin menyiksa hewan tersebut.

Penjelasan tentang ketentuan ini terdapat dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin karya Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’lawy.

Adapun semut yang kecil, yang dalam istilah Arab dikenal dengan nama dzurr maka boleh bahkan Sunnah membunuhnya namun dengan selain dengan cara membakar, sebab membakar ini menyakitkan. ( )

Jika terdapat semut besar yang masuk ke rumah dan menyakiti penghuni rumah itu maka boleh untuk membunuhnya.

Boleh Dibunuh
Dikecualikan dari larangan membunuh binatang adalah binatang fawasiq yang berjumlah lima, baik dibunuh di daerah halal maupun di daerah haram. Fawasiq yang berjumlah lima ini sebagaimana dalam hadis riwayat Bukhari dalam Shahih-nya adalah tikus, kalajengking, burung gagak, rajawali, dan anjing penggigit. (Shahih Bukhari, 6/355, no. 3314)



Selain kelima hewan fawasiq ini Rasulullah juga memerintahkan membunuh cicak. Beliau menyatakan bahwa membunuhnya adalah berpahala. (Lihat hadis-hadis yang memerintahkan membunuhnya dalam Shahih Muslim, 4/1757, no. 2237-2240)

Begitu juga beliau memerintahkan membunuh ular, kecuali ular rumah yang tidak dibunuh hingga diperingatkan tiga kali; jika setelah itu masih terlihat di rumah, maka bunuhlah. Dan dikecualikan dari ini adalah dua macam ular, yaitu ular berekor pendek dan ular dengan dua garis putih di punggungnya. Keduanya dibunuh secara mutlak walaupun tinggal di rumah, karena keduanya bisa menyebabkan keguguran dan kebutaan. (37 Lihat hadis-hadis tentang ular dalam Shahih Muslim, 4/1754).



Selanjutnya, membakar makhluk hidup tidak dibolehkan dalam syariat kita. Nabi menjelaskan alasan larangan ini, yaitu bahwa yang berhak mengazab dengan api hanyalah pemilik api. Dan ini mungkin dibolehkan di dalam syariat sebelum kita, karenanya Nabi ini membakar desa semut.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3370 seconds (0.1#10.140)