Konsep Istihsan, Istishlah, dan Mashlahat Al-Ammah Menurut KH Ali Yafie

Senin, 06 Maret 2023 - 16:18 WIB
loading...
A A A
3. Mashlahah yang tidak terikat pada jenis pertama dan kedua.



Penempatan masalah ini sebagai suatu sumber hukum sekunder, menjadikan hukum Islam itu luwes dan dapat diterapkan pada setiap kurun waktu di segala lingkungan sosial. Namun perlu dicatat ruang lingkup penerapan hukum mashlahah ini adalah bidang mu'amalat, dan tidak menjangkau bidang ibadat, karena ibadat itu adalah hak prerogatif Allah sendiri.

Para ahli yang mendukung konsep penalaran ini mencatat tiga persyaratan dalam penerapan hukum mashlahah ini, yaitu,

1. Mashlahah itu harus bersifat pasti, bukan sekadar anggapan atau rekaan, bahwa ia memang mewujudkan suatu manfaat atau mencegah terjadinya madharrah (bahaya atau kemelaratan).

2. Mashlahah itu tidak merupakan kepentingan pribadi atau segolongan kecil masyarakat, tapi harus bersifat umum dan menjadi kebutuhan umum.

3. Hasil penalaran mashlahah itu tidak berujung pada terabaikannya sesuatu prinsip yang ditetapkan oleh nash syari'ah atau ketetapan yang dipersamakan (ijma').



Al-Mashlahah al-Ammah

Hukum Islam mengenal mashlahah 'ainiyah (kepentingan perorang) dari setiap manusia, yang sifatnya umum yakni yang merupakan kepentingan setiap manusia dalam hidupnya, seperti yang digambarkan dalam uraian terdahulu tentang al-kulliyyat al-khams.

Hal-hal ini terkait dengan taklif yang berbentuk fardhu 'ain. Seperti misalnya yang menyangkut mashlahah harta benda/kepentingan seorang manusia memiliki harta benda (untuk makan, pakaian dan tempat tinggalnya) hal ini bersangkutan dengan fardhu 'ain yang dijelaskan dalam tuntunan Rasulullah saw (thalab-u 'l-halal faridhatun 'ala kulli muslim) yaitu kewajiban bekerja mencari rizki memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Seterusnya yang menyangkut mashlahah akal pikiran, bersangkutan dengan fardhu 'ain yang dijelaskan dalam hadits lain yang berbunyi (thalb-u 'l-'ilmi faridhatun 'ala kulli muslim).

Begitu seterusnya menyangkut tiap mashlahah yang sifatnya dharuriyyah, jelas memperlihatkan keterkaitannya dengan kewajiban perorangan sebagai imbalan adanya pengakuan atas mashlahah dharuriyyah yang menimbulkan hak-hak mutlak perorangan bagi setiap manusia.

Di samping mashlahah tersebut di atas, hukum Islam juga mengenal mashlahah 'ammah yang menjadi kepentingan bersama masyarakat atau kepentingan umum (algemeen blang). Ini menyangkut hak publik dan berkaitan dengan fardhu kifayah.



Imam Rafi'i menjelaskan, fardhu kifayah itu adalah urusan umum yang menyangkut kepentingan-kepentingan (mashalih) tegaknya urusan agama dan dunia dalam kehidupan kita, di antaranya adalah mencegah kemelaratan orang banyak (kaum Muslim), menciptakan lapangan kerja untuk mewujudkan mata pencaharian bagi anggota-anggota masyarakat, menegakkan kontrol sosial melalui amar ma'ruf nahi mungkar, mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui pendidikan, bimbingan keagamaan (fatwa) dan penyebaran buku-buku.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2834 seconds (0.1#10.140)