Dendam Perempuan, Nabi Palsu dari Banu Tamim

Jum'at, 14 Agustus 2020 - 05:00 WIB
Beberapa sejarawan berpendapat bahwa kedatangan Sajah dari Irak utara ke Semenanjurig Arab yang diikuti oleh orang-orangnya dan kabilah-kabilah sekitarnya, bukan karena kedukunannya atau karena ambisi pribadi, tetapi karena dorongan pihak Persia dan pejabat-pejabatnya di Irak, supaya pemberontakan di Semenanjung itu makin berkobar.

Maksudnya untuk mengembalikan kekuasaan Persia di beberapa tempat yang sudah mulai menurun setelah Nabi Muhammad menempatkan Bazan sebagai wakilnya di Yaman, dan yang sebelum itu sebagai penguasa Kisra.

Adakalanya yang juga dibenarkan ialah sumber para sejarawan yang berpendapat bahwa Sajah adalah satu-satunya perempuan yang mendakwakan diri nabi, sedang biasanya, pada setiap zaman perempuan-perempuan semacam itu digunakan sebagai mata-mata dan alat propaganda.

Jadi kehadirannya di tanah Arab itu hanya untuk menyebarkan propaganda pembangkangan, kemudian kembali ke Irak dan tinggal menetap di sana. Tidak heran bila Persia memperalatnya untuk menimbulkan pemberontakan di tanah Arab.

Sebelum itu Persia memandang kawasan itu ringan, tak perlu diperangi dengan pasukan bersenjata, walaupun harus dikembalikan kepada keadaan semula yang terisolasi, sebelum Islam berkembang di sana.

Tak ada yang lebih tepat untuk mencapai tujuan itu selain harus mengikis habis agama baru ini, yang telah membuat penduduk tahu harga diri, kendati pihak Persia tidak menghargainya.

Sajah datang ke Semenanjung ini karena terpengaruh oleh keadaan itu. Wajar saja bila yang menjadi tujuannya yang utama kedatangannya ke daerah itu ialah kaumnya sendiri, yakni Banu Tamim.

Kedatangannya ini sangat mengejutkan mereka, yang saat itu sedang berselisih antara sesama mereka: satu kelompok berpendapat zakat harus ditunaikan dan taat kepada Khalifah Rasulullah, yang sekelompok lagi berpendapat sebaliknya, dan ada pula kelompok-kelompok yang dalam kebingungan. Akibat perselisihan itu kemudian timbul perkelahian antara sesama mereka, kadang keras dan kadang lunak. ( )

Suku Banu Tamim yang melihat kedatangan Sajah ini dan mengetahui maksudnya hendak memerangi Khalifah Abu Bakar menjadikan permusuhan antara kaum murtad dengan kaum muslimin kian marak.

Mereka yang masih bertahan dalam Islam merasa lebih menderita dari sebelumnya. Mereka menjadi minoritas.

Sajah mengumumkan kepada Banu Tamim tentang kenabiannya dan mengajak mereka beriman kepadanya. Para pembesar Bani Tamim seperti Zabarqan ibn Badr, Atharid ibn Hajib, Syabast ibn Rabiy ar Riyakhi, Amr ibn Al Ahtam dan banyak lagi tunduk, patuh dan setia pada kenabiannya. Lalu, melalui mulut-mulut dan tangan-tangan pembesar itu, banyak orang datang dan berbondong-bondong melakukan janji setia dan patuh kepadanya.



Dia adalah memimpin pasukannya di perbatasan Banu Yarbu'. Pemimpin kabilah itu, Malik bin Nuwairah, dipanggilnya dan diajaknya berkongsi. Diberitahukannya juga maksudnya hendak menyerbu Madinah.

Malik menyambut ajakan itu, tetapi ia meminta agar Sajah membatalkan niatnya hendak menyerang Khalifah Abu Bakar. Malik mengajak Sajah memerangi mereka yang berselisih dengan pihaknya di daerah Banu Tamim itu. ( )

Sajah tampaknya senang dengan pendapatnya itu, dan katanya: "Ya, terserah pendapatmu dan orang-orang yang bersamamu. Tetapi aku perempuan Banu Yarbu'. Kalau dia seorang raja, maka dia raja kamu sekalian."

Entah mengapa Sajah cepat-cepat setuju dengan ajakan Malik itu. Malik memang orang terpandang, pahlawan dan penyair. Ia sangat membanggakan diri, seperti kaumnya, punya pengikut cukup besar, sedap budi bahasanya dan pandai bergaul.



Mutammam bin Nuwairah, saudaranya, yang sebagai penyair kedudukannya lebih penting dari Malik, tetapi matanya buta sebelah dan bermuka buruk.

Sajah lalu mengundang pemuka-pemuka Banu Tamim. Tetapi, kecuali Waki', dari pihak mereka tak ada yang mau berkompromi dengan Malik.

Oleh karena itu Sajah dengan pasukannya dan pasukan Malik dan Waki' menyerang kabilah yang berlawanan dengan mereka. Banyak jatuh korban dari kedua belah pihak, dan yang sebagian saling menahan tawanan perang.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat isya' dan shalat subuh.  Sekiranya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, pasti mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 789)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More