Kekayaan Abu Bakar 40.000 Dirham, Setelah Masuk Islam Tinggal 5.000 Dirham
Jum'at, 10 Juli 2020 - 09:14 WIB
DALAM menjalankan dakwah, Abu Bakar, tidak hanya berbicara saja dengan kawan-kawannya dan meyakinkan mereka. Abu Bakar juga menghibur kaum dhuafa dan orang-orang miskin yang disiksa dan dianiaya oleh musuh-musuh Islam. Tidak hanya dengan kedamaian jiwanya, dengan sifatnya yang lemah lembut, tetapi ia menyantuni mereka dengan hartanya.
Abu Bakar menggunakan hartanya untuk membela golongan lemah dan orang-orang tak punya. Orang-orang yang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang benar, lalu dianiaya oleh musuh-musuh kebenaran itu.
Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut ketika Abu Bakar masuk Islam, hartanya tak kurang dari 40.000 dirham yang disimpannya dari hasil perdagangan. Dan selama dalam Islam ia terus berdagang dan mendapat laba yang cukup besar.
Tetapi setelah hijrah ke Madinah, sepuluh tahun kemudian, hartanya itu tinggal 5.000 dirham. Semua harta Abu Bakar dihabiskan untuk kepentingan dakwah, mengajak orang ke jalan Allah dan demi agama dan Rasul-Nya.
Baca Juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Paling Terdepan Membela Rasulullah SAW
Kekayaannya itu digunakan untuk menebus orang-orang lemah dan budak-budak yang masuk Islam, yang oleh majikannya disiksa dengan pelbagai cara, tak lain hanya karena mereka masuk Islam.
Suatu hari Abu Bakar melihat Bilal yang negro itu oleh tuannya dicampakkan ke ladang yang sedang membara oleh panas matahari, dengan menindihkan batu di dadanya lalu dibiarkannya agar ia mati dengan begitu, karena ia masuk Islam.
Dalam keadaan semacam itu tidak lebih Bilal hanya mengulang-ulang kata-kata: “Ahad, Ahad”. Ketika itulah ia dibeli oleh Abu Bakr kemudian dibebaskan!
Begitu juga Amir bin Fuhairah oleh Abu Bakar ditebus dan ditugaskan menggembalakan kambingnya.
Tidak sedikit budak-budak itu yang disiksa, laki-laki dan perempuan, oleh Abu Bakar dibeli lalu dibebaskan.
Tetapi Abu Bakar sendiri pun tidak bebas dari gangguan kaum kafir Quraisy. Sama halnya dengan Nabi Muhammad sendiri yang juga tidak lepas dari gangguan itu dengan kedudukannya yang sudah demikian rupa di kalangan kaumnya serta perlindungan Banu Hasyim kepadanya.
Setiap Abu Bakar melihat Muhammad diganggu oleh Quraisy ia selalu siap membelanya dan mempertaruhkan nyawanya untuk melindunginya.
Ibn Hisyam menceritakan, bahwa perlakuan yang paling jahat dilakukan Quraisy terhadap Rasulullah ialah setelah agama dan dewa-dewa mereka dicela. Suatu hari mereka berkumpul di Hijr, dan satu sama lain mereka berkata: "Kalian mengatakan apa yang didengarnya dari kalian dan apa yang kalian dengar tentang dia. Dia memperlihatkan kepadamu apa yang tak kamu sukai lalu kamu tinggalkan dia."
Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba datang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekaligus ia diserbu bersama-sama oleh mereka dan mengepungnya seraya berkata: Engkau yang berkata begini dan begini? Maksudnya yang mencela berhala-berhala dan kepercayaan mereka.
Maka Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab: Ya, memang aku yang mengatakan. Salah seorang di antara mereka langsung menarik bajunya. Abu Bakar sambil menangis menghalanginya seraya katanya: “Kamu mau membunuh orang yang mengatakan hanya Allah Tuhanku!”
Mereka kemudian bubar. Itulah yang kita lihat perbuatan Quraisy yang luar biasa kepadanya. Tetapi peristiwa ini belum seberapa dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain yang benar-benar memperlihatkan keteguhan iman Abu Bakar kepada Nabi Muhammad dan risalahnya itu. Sedikit pun tak pernah goyah. Dan iman itu jugalah yang membuat tidak sedikit kalangan orientalis tidak jadi melemparkan tuduhan kepada Nabi, seperti yang biasa dilakukan oleh mereka yang suka berlebih-lebihan.
Dengan ketenangan dan kedamaian hatinya yang demikian rupa, keimanan Abu Bakar tidak akan sedemikian tinggi, kalau ia tidak melihat segala perbuatan Rasulullah yang memang jauh dari segala yang meragukan, terutama pada waktu Rasulullah sedang menjadi sasaran penindasan masyarakatnya.
Iman yang mengisi jiwa Abu Bakar ini jugalah yang telah mempertahankan Islam, sementara yang lain banyak yang meninggalkannya tatkala Rasulullah berbicara kepada mereka mengenai peristiwa Isra.
Gelar Ash-Shidiq
Nabi Muhammad berbicara kepada penduduk Makkah bahwa Allah telah memperjalankannya malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan bahwa ia bersembahyang di sana. Oleh orang-orang musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam pun merasa ragu.
Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu: “Soalnya sudah jelas. Perjalanan kafilah Makkah-Syam yang terus-menerus pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin hanya satu malam saja Muhammad pergi pulang ke Mekah!”
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi.
Selanjutnya, sebagian dari mereka pergi menemui Abu Bakar, karena mereka mengetahui keimanannya dan persahabatannya dengan Nabi Muhammad. Mereka menceritakan apa yang telah dikatakannya Rasulullah mengenai Isra. Terkejut mendengar apa yang mereka katakan itu Abu Bakar berkata: "Kalian berdusta!"
"Sungguh," kata mereka. "Dia di masjid sedang berbicara dengan orang banyak."
"Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar lagi, "tentu ia mengatakan yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan."
Abu Bakar lalu pergi ke masjid dan mendengarkan Nabi yang sedang melukiskan keadaan Baitulmukadas. Abu Bakar sudah pernah mengunjungi kota itu. Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakar berkata: "Rasulullah, saya percaya." Sejak itu Nabi Muhammad memanggil Abu Bakar dengan "ash-Shiddiq".
Haekal menulis, pernahkah suatu kali orang bertanya dalam hati: Sekiranya Abu Bakar juga sangsi seperti yang lain mengenai apa yang diceritakan Rasulullah tentang Isra itu, maka apa pula kiranya yang akan terjadi dengan agama yang baru tumbuh ini, akibat kesangsian itu?
Dapatkah orang memperkirakan berapa banyak jumlah orang yang akan jadi murtad, dan goyahnya keyakinan dalam hati kaum Muslimin yang lain?
Pernahkah kita ingat, betapa jawaban Abu Bakar ini memperkuat keyakinan orang banyak, dan betapa pula ketika itu ia telah memperkuat kedudukan Islam?
Baca juga: Kasus Khalid bin Walid, Cara Pandang Umar dan Abu Bakar
“Kalau dalam hati orang sudah bertanya-tanya, sudah memperkirakan dan sudah pula ingat, niscaya ia tak akan ragu lagi memberikan penilaian, bahwa iman yang sungguh-sungguh adalah kekuatan yang paling besar dalam hidup kita ini, lebih besar daripada kekuatan kekuasaan dan despotisma sekaligus,” ujar Haekal.
Menurut Haekal, kata-kata Abu Bakar itu sebenarnya merupakan salah satu inayah Ilahi demi agama yang benar ini. Kata-kata itulah sebenarnya yang merupakan pertolongan dan dukungan yang besar, melebihi dukungan yang diberikan oleh kekuatan Hamzah dan Siddiq, orang yang selalu membenarkan, percaya, yang menerapkan kata dengan perbuatan, yang kemudian menjadi gelar Abu Bakar (al-Mu'jam al-Wasit); orang yang mencintai kebenaran, yakni Nabi Ibrahim dan Nabi Idris (Qur'an, 19. 41, 56).
Baca juga: Ka'bah: Kisah Paganisme Pasca-Nabi Ismail dan Pra-Islam
Menurut Haekal lagi, ini memang suatu kenyataan apabila di dalam sejarah Islam Abu Bakar mempunyai tempat tersendiri sehingga Rasulullah berkata: "Kalau ada di antara hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakar-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita."
Kata-kata Abu Bakr mengenai Isra itu menunjukkan pemahamannya yang dalam tentang wahyu dan risalah, yang tidak dapat ditangkap oleh kebanyakan orang. Di sinilah pula Allah telah memperlihatkan kebijakan-Nya tatkala Rasulullah memilih seorang teman dekatnya saat ia dipilih oleh Allah menjadi Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Itulah pula bukti yang kuat, bahwa kata yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tertanam kukuh dan cabangnya (menjulang) ke langit, dengan jejak yang abadi sepanjang zaman, dengan karunia Allah. Ia tak akan dikalahkan oleh waktu, tak akan dilupakan. ( )
Abu Bakar menggunakan hartanya untuk membela golongan lemah dan orang-orang tak punya. Orang-orang yang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang benar, lalu dianiaya oleh musuh-musuh kebenaran itu.
Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut ketika Abu Bakar masuk Islam, hartanya tak kurang dari 40.000 dirham yang disimpannya dari hasil perdagangan. Dan selama dalam Islam ia terus berdagang dan mendapat laba yang cukup besar.
Tetapi setelah hijrah ke Madinah, sepuluh tahun kemudian, hartanya itu tinggal 5.000 dirham. Semua harta Abu Bakar dihabiskan untuk kepentingan dakwah, mengajak orang ke jalan Allah dan demi agama dan Rasul-Nya.
Baca Juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Paling Terdepan Membela Rasulullah SAW
Kekayaannya itu digunakan untuk menebus orang-orang lemah dan budak-budak yang masuk Islam, yang oleh majikannya disiksa dengan pelbagai cara, tak lain hanya karena mereka masuk Islam.
Suatu hari Abu Bakar melihat Bilal yang negro itu oleh tuannya dicampakkan ke ladang yang sedang membara oleh panas matahari, dengan menindihkan batu di dadanya lalu dibiarkannya agar ia mati dengan begitu, karena ia masuk Islam.
Dalam keadaan semacam itu tidak lebih Bilal hanya mengulang-ulang kata-kata: “Ahad, Ahad”. Ketika itulah ia dibeli oleh Abu Bakr kemudian dibebaskan!
Begitu juga Amir bin Fuhairah oleh Abu Bakar ditebus dan ditugaskan menggembalakan kambingnya.
Tidak sedikit budak-budak itu yang disiksa, laki-laki dan perempuan, oleh Abu Bakar dibeli lalu dibebaskan.
Tetapi Abu Bakar sendiri pun tidak bebas dari gangguan kaum kafir Quraisy. Sama halnya dengan Nabi Muhammad sendiri yang juga tidak lepas dari gangguan itu dengan kedudukannya yang sudah demikian rupa di kalangan kaumnya serta perlindungan Banu Hasyim kepadanya.
Setiap Abu Bakar melihat Muhammad diganggu oleh Quraisy ia selalu siap membelanya dan mempertaruhkan nyawanya untuk melindunginya.
Ibn Hisyam menceritakan, bahwa perlakuan yang paling jahat dilakukan Quraisy terhadap Rasulullah ialah setelah agama dan dewa-dewa mereka dicela. Suatu hari mereka berkumpul di Hijr, dan satu sama lain mereka berkata: "Kalian mengatakan apa yang didengarnya dari kalian dan apa yang kalian dengar tentang dia. Dia memperlihatkan kepadamu apa yang tak kamu sukai lalu kamu tinggalkan dia."
Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba datang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekaligus ia diserbu bersama-sama oleh mereka dan mengepungnya seraya berkata: Engkau yang berkata begini dan begini? Maksudnya yang mencela berhala-berhala dan kepercayaan mereka.
Maka Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab: Ya, memang aku yang mengatakan. Salah seorang di antara mereka langsung menarik bajunya. Abu Bakar sambil menangis menghalanginya seraya katanya: “Kamu mau membunuh orang yang mengatakan hanya Allah Tuhanku!”
Mereka kemudian bubar. Itulah yang kita lihat perbuatan Quraisy yang luar biasa kepadanya. Tetapi peristiwa ini belum seberapa dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain yang benar-benar memperlihatkan keteguhan iman Abu Bakar kepada Nabi Muhammad dan risalahnya itu. Sedikit pun tak pernah goyah. Dan iman itu jugalah yang membuat tidak sedikit kalangan orientalis tidak jadi melemparkan tuduhan kepada Nabi, seperti yang biasa dilakukan oleh mereka yang suka berlebih-lebihan.
Dengan ketenangan dan kedamaian hatinya yang demikian rupa, keimanan Abu Bakar tidak akan sedemikian tinggi, kalau ia tidak melihat segala perbuatan Rasulullah yang memang jauh dari segala yang meragukan, terutama pada waktu Rasulullah sedang menjadi sasaran penindasan masyarakatnya.
Iman yang mengisi jiwa Abu Bakar ini jugalah yang telah mempertahankan Islam, sementara yang lain banyak yang meninggalkannya tatkala Rasulullah berbicara kepada mereka mengenai peristiwa Isra.
Gelar Ash-Shidiq
Nabi Muhammad berbicara kepada penduduk Makkah bahwa Allah telah memperjalankannya malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan bahwa ia bersembahyang di sana. Oleh orang-orang musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam pun merasa ragu.
Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu: “Soalnya sudah jelas. Perjalanan kafilah Makkah-Syam yang terus-menerus pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin hanya satu malam saja Muhammad pergi pulang ke Mekah!”
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi.
Selanjutnya, sebagian dari mereka pergi menemui Abu Bakar, karena mereka mengetahui keimanannya dan persahabatannya dengan Nabi Muhammad. Mereka menceritakan apa yang telah dikatakannya Rasulullah mengenai Isra. Terkejut mendengar apa yang mereka katakan itu Abu Bakar berkata: "Kalian berdusta!"
"Sungguh," kata mereka. "Dia di masjid sedang berbicara dengan orang banyak."
"Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar lagi, "tentu ia mengatakan yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan."
Abu Bakar lalu pergi ke masjid dan mendengarkan Nabi yang sedang melukiskan keadaan Baitulmukadas. Abu Bakar sudah pernah mengunjungi kota itu. Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakar berkata: "Rasulullah, saya percaya." Sejak itu Nabi Muhammad memanggil Abu Bakar dengan "ash-Shiddiq".
Haekal menulis, pernahkah suatu kali orang bertanya dalam hati: Sekiranya Abu Bakar juga sangsi seperti yang lain mengenai apa yang diceritakan Rasulullah tentang Isra itu, maka apa pula kiranya yang akan terjadi dengan agama yang baru tumbuh ini, akibat kesangsian itu?
Dapatkah orang memperkirakan berapa banyak jumlah orang yang akan jadi murtad, dan goyahnya keyakinan dalam hati kaum Muslimin yang lain?
Pernahkah kita ingat, betapa jawaban Abu Bakar ini memperkuat keyakinan orang banyak, dan betapa pula ketika itu ia telah memperkuat kedudukan Islam?
Baca juga: Kasus Khalid bin Walid, Cara Pandang Umar dan Abu Bakar
“Kalau dalam hati orang sudah bertanya-tanya, sudah memperkirakan dan sudah pula ingat, niscaya ia tak akan ragu lagi memberikan penilaian, bahwa iman yang sungguh-sungguh adalah kekuatan yang paling besar dalam hidup kita ini, lebih besar daripada kekuatan kekuasaan dan despotisma sekaligus,” ujar Haekal.
Menurut Haekal, kata-kata Abu Bakar itu sebenarnya merupakan salah satu inayah Ilahi demi agama yang benar ini. Kata-kata itulah sebenarnya yang merupakan pertolongan dan dukungan yang besar, melebihi dukungan yang diberikan oleh kekuatan Hamzah dan Siddiq, orang yang selalu membenarkan, percaya, yang menerapkan kata dengan perbuatan, yang kemudian menjadi gelar Abu Bakar (al-Mu'jam al-Wasit); orang yang mencintai kebenaran, yakni Nabi Ibrahim dan Nabi Idris (Qur'an, 19. 41, 56).
Baca juga: Ka'bah: Kisah Paganisme Pasca-Nabi Ismail dan Pra-Islam
Menurut Haekal lagi, ini memang suatu kenyataan apabila di dalam sejarah Islam Abu Bakar mempunyai tempat tersendiri sehingga Rasulullah berkata: "Kalau ada di antara hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakar-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita."
Kata-kata Abu Bakr mengenai Isra itu menunjukkan pemahamannya yang dalam tentang wahyu dan risalah, yang tidak dapat ditangkap oleh kebanyakan orang. Di sinilah pula Allah telah memperlihatkan kebijakan-Nya tatkala Rasulullah memilih seorang teman dekatnya saat ia dipilih oleh Allah menjadi Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Itulah pula bukti yang kuat, bahwa kata yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tertanam kukuh dan cabangnya (menjulang) ke langit, dengan jejak yang abadi sepanjang zaman, dengan karunia Allah. Ia tak akan dikalahkan oleh waktu, tak akan dilupakan. ( )
(mhy)