Ini Mengapa Ulama Beda Pendapat tentang Hukum Nikah Misyar

Rabu, 30 Oktober 2024 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Apabila kedua suami istri itu sepakat bahwa istrinya tetap boleh tinggal bersama kedua orang tuanya, atau bagiannya di siang hari saja bukan di malam hari, atau pada hari-hari tertentu, atau pada malam-malam tertentu; maka tidak mengapa akan hal itu.

Ulama yang Mengharamkan

Selain itu, sejumlah ulama kontemporer ada yang mengharamkan pernikahan misyar. Di antara argumen mereka adalah lantaran menonjolnya upaya menyembunyikan dan merahasiakan pernikahan semacam ini. Oleh arena itu ia merupakan jalan kerusakan dan perbuatan kemunkaran.



Chomim Tohari menyebut di antara ulama yang mengharamkan nikah misyar adalah Nasir al-Din al-Albani, Muhammad Zuhayli, Ali Qurah Dagi, dan Ibrahim Fadhil.

Argumen mereka mengharamkan lantaran nikah misyar menonjolnya upaya menyembunyikan dan merahasiakan pernikahan semacam ini. "Oleh arena itu ia merupakan jalan kerusakan dan perbuatan kemunkaran," tulisnya.

Orang-orang yang sudah rusak pribadinya bisa saja menjadikannya sebagai tunggangan untuk merealisasikan tujuan mereka. Sebab segala sesuatu yang menyeret kepada perkara haram, maka hukumnya juga diharamkan.

Usamah al-Asyqar dalam kitabnya berjudul "Mustajidat al-Fiqihiyyah fi Qadhaya al-Zawaj wa al-Thalaq" (Dar al-Ilmiyyah, 1422 H) menjelaskan bahwa larangan ini juga ditunjukkan untuk kepentingan mengatur umat manusia.

"Dampak-dampak buruk ini dapat dipastikan timbul, dan biasanya menjadi kenyataan, bukan sekadar dalam batas prediksi-prediksi, khayalan belaka, maupun kejadian-kejadian yang bersifat dadakan maupun jarang terjadi," ujarnya.

Selain itu para ulama di atas juga berpendapat bahwa pernikahan misyar tidak mewujudkan orientasi-orientasi pernikahan, seperti hidup bersama, meretas jalinan kasih sayang, cita-cita memiliki keturunan dan perhatian terhadap istri dan anak-anak, serta tidak adanya keadilan di hadapan istri-istri.

"Terlebih lagi, adanya unsur penghinaan terhadap kaum wanita dan terkadang mengandung muatan untuk menggugurkan hak istri atas pemenuhan kebutuhan biologis, nafkah, dan lain-lain," ujar Chomim Tohari.



Adapun ulama kontemporer yang termasuk kelompok yang mengharamkan nikah misyar adalah Syeikh Nashiruddin al-Albani. Ulama lain yang juga mengharamkan nikah misyar adalah Syeikh Abdul Sattar al-Jubali.

Beliau berargumen bahwa nikah misyar menyebabkan suami tidak punya rasa tanggung jawab keluarga. Akibatnya, suami akan dengan mudah menceraikan istrinya, semudah dia menikah. Belum lagi praktik nikah misyar yang lebih banyak dilakukan secara diam-diam, tanpa wali.

Semua ini akan menjadikan akad nikah menjadi bahan permainan oleh orang-orang pengagum seks dan pecinta wanita. Karena tak ada tujuan lain, selain agar nafsu seksnya terpenuhi tanpa ada tanggung jawab sedikitpun. Belum lagi anak-anak yang terlahir nantinya, akan merasa asing dengan bapaknya, karena jarang dikunjungi. Dan hal ini akan memperburuk pendidikan dan akhlak anak-anak.

Chomim Tohari juga menyebut salah satu pendapat dalam mazhab Syafi’i yang mengatakan tidak sahnya akad nikah bila disyaratkan gugur nafkah dan tempat tinggal.

Selain itu, al-Jubali juga membantah argumen ulama yang membolehkan nikah misyar bahwa disebabkan dalil yang digunakan oleh pendapat pertama sangat tidak pas.

Al-Jubali juga menolak argumen yang dikemukakan oleh pendapat yang membolehkan nikah misyar, bahwa nikah misyar meminimalisir perawan-perawan tua yang kaya raya dan tidak butuh biaya suami.



Menurutnya, alasan seperti ini perlu ditela’ah lebih jauh. Bahwa perawan-perawan tua lagi kaya itu hanya sedikit jumlahnya. Maka solusi itu justru akan banyak menelantarkan perawan-perawan tua miskin yang jumlahnya lebih banyak.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1346 seconds (0.1#10.140)