Kisah Mualaf AS Hoda Boyer: Dari Al-Azhar ke Oak Park

Sabtu, 12 November 2022 - 12:34 WIB
Di negara-negara dunia ketiga, banyak sekali orang dan juga binatang berkeliaran di jalanan. Sedangkan hidup orang Amerika telah diatur seperti dalam sebuah mesin besar, sehingga susah untuk menyesuaikan dengan hal-hal yang baru. Di sana tak ada tiang-tiang ataupun dekorasi bernafaskan Islam, seperti di masjid-masjid yang menakjubkan. Keindahan sebuah masjid rasanya dapat membuka hati Anda dan mengkhusyukkan sholat Anda.

Saya percaya betul bahwa bentuk fisik benda-benda di sekitar kita akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita. Dan ada bentuk sakral dari arsitektur.

Setiap masjid terdiri dari ruang-ruang kosong. Tak ada patung-patung yang diletakkan di hadapan orang-orang sholat. Tak ada altar, seperti pada gereja-gereja. Anda menghadapkan sholat Anda secara horisontal ke Kiblat di Mekkah, dan secara vertikal kepada Allah. Dan juga ke dalam hati Anda sendiri. Adalah menarik untuk memahami bahwa ruang-ruang kosong masjid itu, agar dipenuhi dengan rahmat Tuhan.



Rindu Masjid

Ada perasaan keislaman manakala Anda masuk ke dalam masjid, entah itu Taj Mahal atau Masjid Sultan Hasan, dan masjid-masjid itu memang ekspresi dari perasaan ini.

Karena saya tinggal jauh dari masjid, saya sholat di rumah. Saya rindu suasana sholat dalam masjid. Ada masjid dekat rumah tetapi masih baru. Kita tahu bahwa masjid Al-Azhar adalah sebuah masjid tua yang dibangun oleh Dinasti Fathimiyyah. Di dalamnya terdapat mihrab. Mereka "memperindah" mihrab itu dengan plastik berlapis batu pualam, yang sepintas tampak seperti ruangan kamar mandi murahan.

Hiasan yang mudah dicopot dan dibersihkan itu merupakan pengganti dari ornamen tua yang sudah hancur. Lapisan batu pualamnya imitasi dan kelihatan seperti linoleum. Sungguh sangat memprihatinkan.

Tetapi saya merindukan keindahan semacam itu. Dan tentu, saya merindukan ucapan selamat dari orang-orang, yang sambil menepuk-nepuk punggung saya berucap betapa indahnya menjadi seorang Muslim. Saya pikir akan selalu ada penguatan kembali.

Kembali ke kehidupan Amerika mirip dengan apa yang dikatakan Rasul ketika kembali dari sebuah peperangan --bahwa dia baru kembali dari jihad kecil dan menuju ke jihad yang lebih besar. Jihad yang lebih besar adalah melawan ego dan hawa nafsu kita.

Saya percaya bahwa Tuhan ada di mana-mana dan Anda tak dapat hidup tanpa bimbingan Tuhan. Saya masih merasakan keberadaan Tuhan di Amerika, sama kuatnya ketika saya berada di Kairo, Damaskus, Delhi, dan di mana pun juga.

Masalah yang saya hadapi adalah berkaitan dengan gaya hidup seorang Muslim, terutama tata cara berpakaian, di tengah-tengah masyarakat perkotaan Amerika. Saya pikir para imigran Muslim akan lebih mudah berbusana Muslimah ketimbang saya yang jelas-jelas orang Amerika.

Bagi seorang Amerika seperti saya sulit rasanya untuk berbusana sebagaimana para imigran Muslim mengenakannya, karena masyarakat Amerika akan menganggap pakaian mereka sebagai bagian dari kebudayaan. Karena itu wajar saja mereka berpakaian demikian. Padahal sebenarnya mereka itu berpakaian secara Muslim.

Saat ini media massa dan pers tak berpihak kepada Muslim. Banyak pemberitaan tentang Muslim yang meledakkan pesawat. Islam selalu dikait-kaitkan dengan hal-hal yang negatif seperti terorisme dan semacamnya.

Seperti telah dikemukakan berulang-ulang, adalah lebih mudah untuk menjadi pemeluk Budha atau Hindu dan berpenampilan seperti halnya orang-orang Amerika kebanyakan. Tetapi tak demikian halnya untuk menjadi seorang Muslim. Karena sejarah Perang Salib dan pertentangan bangsa-bangsa Eropa dan Timur Tengah, maka sikap antipati terhadap Muslim begitu besar.

Meskipun sarat dengan kesan-kesan negatif, Islam toh tetap merupakan agama yang paling cepat perkembangannya di Eropa maupun di Amerika. Karena itu saya merasakannya sebagai sebuah gelombang masa depan. Dan saya bangga menjadi bagian dari gelombang itu.

Syeikh saya menekankan pentingnya selalu menjalankan syariat Islam, karena dengan cara itulah kita menghambakan diri kepada Tuhan. Percampuran antara pria dan wanita seperti kaum Yahudi, jelas sudah tak perlu lagi dipertanyakan hukumnya. Tetapi saya kira keluwesan masih dimungkinkan. Nah, saya lebih sering menutup rambut dengan topi daripada dengan kerudung. Dengan begitu saya tak terlalu menarik perhatian secara berlebihan.

Kemarin saya bertemu dengan seorang wanita di Dunkin' Donuts, yang sedang bersama-sama dengan suaminya. Wanita itu mengenakan baju panjang dan kerudung, menutup seluruh tubuhnya. Saya lihat dia tidak diganggu. Orang-orang tak lagi melotot kepadanya. Sama saja dengan seseorang yang mengenakan bikini dan masuk ke toko ini untuk beli donat.



Saya kagum dengan saudara-saudara wanita yang sanggup berbusana Muslimah, mereka sungguh hebat. Saya rasa, kalau Anda berpakaian dengan maksud untuk menarik perhatian banyak orang, maka Anda telah mengabaikan fungsi hijab. Karena itu saya berpakaian seperti ini, yang saya pikir merupakan sunnah bagi orang Amerika. Inilah yang saya sebut dress for success bagi Muslimah: karena saya mengenakan jas longgar, celana panjang, topi, dan scarf.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
وَذَرُوۡا ظَاهِرَ الۡاِثۡمِ وَبَاطِنَهٗ‌ؕ اِنَّ الَّذِيۡنَ یَکْسِبُوۡنَ الۡاِثۡمَ سَيُجۡزَوۡنَ بِمَا كَانُوۡا يَقۡتَرِفُوۡنَ
Dan tinggalkanlah dosa yang terlihat ataupun yang tersembunyi. Sungguh, orang-orang yang mengerjakan (perbuatan) dosa kelak akan diberi balasan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.

(QS. Al-An'am Ayat 120)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More