Kisah Mualaf AS Hoda Boyer: Dari Al-Azhar ke Oak Park
Sabtu, 12 November 2022 - 12:34 WIB
Saya biasa pergi berbelanja ke toko, dan pelayannya selalu bersikap ramah. Saya juga sering membawa serta anak-anak untuk ikut berbelanja. Pada suatu hari si pelayan tampak seperti terharu hendak menangis. Saya tak mengerti kenapa ia bersikap demikian. Kemudian kami ngobrol tentang kehidupan masing-masing.
Saya ceritakan padanya bahwa saya sudah bercerai dengan suami. "Aduh, sedih sekali," katanya. "Ah, tapi 'kan banyak ya pasangan yang cerai." Akhirnya ia bertanya, "Sudahkah kau memikirkan bekal bagi anak-anakmu. Sekadar berjaga-jaga."
"Berjaga-jaga karena apa?" tanya saya keheranan.
Ia tak mau menjawab. Setelah yakin tak ada seorang pun di sekitar kami, ia bertanya lagi, "Apakah kau terkena kanker?".
"Tidak," jawab saya. Akhirnya saya mengerti.
Saya jelaskan kepada pemilik toko itu bahwa saya menutup kepala karena saya seorang Muslim, dan itu merupakan ajaran agama, bukan karena kanker.
Itu mirip cerita komik yang sedih. Saya tetap mengenakan tutup kepala, tetapi menampakkan sedikit rambut saya. Sekadar menunjukkan bahwa saya masih punya rambut.
Saya ceritakan padanya bahwa saya sudah bercerai dengan suami. "Aduh, sedih sekali," katanya. "Ah, tapi 'kan banyak ya pasangan yang cerai." Akhirnya ia bertanya, "Sudahkah kau memikirkan bekal bagi anak-anakmu. Sekadar berjaga-jaga."
"Berjaga-jaga karena apa?" tanya saya keheranan.
Ia tak mau menjawab. Setelah yakin tak ada seorang pun di sekitar kami, ia bertanya lagi, "Apakah kau terkena kanker?".
"Tidak," jawab saya. Akhirnya saya mengerti.
Saya jelaskan kepada pemilik toko itu bahwa saya menutup kepala karena saya seorang Muslim, dan itu merupakan ajaran agama, bukan karena kanker.
Itu mirip cerita komik yang sedih. Saya tetap mengenakan tutup kepala, tetapi menampakkan sedikit rambut saya. Sekadar menunjukkan bahwa saya masih punya rambut.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)