Kisah Persembunyian di Gua Tsur dan Bukti Cinta Abu Bakar
Sabtu, 11 Juli 2020 - 11:29 WIB
SOSOK Abu Bakar mendapat tempat tertinggi di sisi Rasulullah SAW. Ketika beliau ditanya siapa lelaki yang paling dicintai? beliau bersabda: Abu Bakar. "Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada saat Nabi Muhammad berbicara kepada penduduk Makkah bahwa Allah telah memperjalankannya malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan bahwa ia bersembahyang di sana. Oleh orang-orang musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam pun merasa ragu. ( )
Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu: “Soalnya sudah jelas. Perjalanan kafilah Makkah-Syam yang terus-menerus pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin hanya satu malam saja Muhammad pergi pulang ke Makkah!”
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi. Abu Bakar dengan tegas mengatakan, "Rasulullah, saya percaya." Sejak itu Nabi Muhammad memanggil Abu Bakar dengan "ash-Shiddiq".
Baca Juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Paling Terdepan Membela Rasulullah SAW
Sesudah peristiwa Isra, Abu Bakar tetap menjalankan usaha dagangnya. Sebagian besar waktunya ia gunakan menemani Rasulullah dan untuk menjaga orang-orang lemah yang sudah masuk Islam, melindungi mereka dari gangguan Quraisy di samping mengajak mereka yang mulai tergugah hatinya kepada Islam.
Sementara kaum kafir Quraisy begitu keras mengganggu Nabi dan Abu Bakar serta kaum Muslimin yang lain. Abu Bakar tidak ikut hijrah ke Abisinia bersama-sama kaum Muslimin yang lain, termasuk Usman Bin Affan. ( )
Konon, pada awalnya, Abu Bakar juga bermaksud pergi bersama-sama rombongan hijrah ke Abisinia. Tetapi saat bertemu dengan Rabiah bin ad-Dugunnah, beliau diingatkan peran pentingnya mendampingi Rasulullah. "Jangan ikut hijrah. Engkau penghubung tali kekeluargaan. Engkau yang membenarkan peristiwa Isra, membantu orang tak punya dan engkau yang mengatur pasang surutnya keadaan," Ujar Rabiah mengingatkan.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Akhirnya ia tetap tinggal di Makkah, bersama Nabi Muhammad, berjuang mati-matian demi dakwah di jalan Allah sambil belajar tentang segala yang diwahyukan Allah kepada Nabi untuk disiarkan kepada umat manusia.
Ia lalu diberi perlindungan keamanan oleh Quraisy. Abu Bakar membangun masjid di serambi rumahnya. Di tempat itu ia sembahyang dan membaca Qur'an. ( )
Teman Dekat
Kafir Quraisy merasa khawatir, pemuda-pemuda mereka akan tergoda dengan Islam. Mereka menyesalkan keputusan Ibn ad-Dugunnah yang memberi perlindungan kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar mengembalikan jaminan perlindungan itu dan ia tetap tinggal di Makkah menghadapi segala gangguan
Harta pribadinya dikorbankannya demi kebaikan mereka yang sudah masuk Islam dan demi mereka yang diharapkan mendapat petunjuk Allah bagi yang belum masuk Islam.
Baca juga: Ka'bah: Kisah Paganisme Pasca-Nabi Ismail dan Pra-Islam
Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr menjelaskan bahwa kala itu kaum Muslimin di Makkah memang sangat memerlukan perjuangan serupa itu, memerlukan sekali perhatian Abu Bakar.
Dalam pada itu Nabi Muhammad masih menerima wahyu dari Allah dan ia sudah tidak lagi mengharapkan penduduk Makkah akan menyambut ajakannya itu. Maka beliau mengalihkan perhatian kepada kabilah-kabilah. Beliau menawarkan diri dan mengajak mereka kepada agama Allah.
Beliau telah pergi ke Ta'if, meminta pengertian penduduk kota itu. Tetapi ia ditolak dengan cara yang tidak wajar. Dalam hubungannya dengan Tuhan, selalu beliau memikirkan risalahnya itu dan untuk berdakwah ke arah itu serta cara-caranya untuk menyukseskan dakwahnya itu. Dalam pada itu Quraisy juga tak pernah tinggal diam dan tak pernah berhenti mengadakan perlawanan.
Di samping semua itu, Abu Bakar juga selalu memikirkan nasib kaum Muslimin yang tinggal di Makkah, mengatur segala cara untuk ketenteraman dan keamanan hidup mereka.
Tindakan Abu Bakar dalam melindungi kaum Muslimin ketika agama ini baru tumbuh, itu pula yang menyebabkan Nabi Muhammad lebih dekat kepadanya. Inilah yang telah mempertalikan kedua orang itu dengan tali persaudaraan dalam iman, sehingga Nabi Muhammad memilihnya sebagai teman dekatnya (khalilnya).
Hijrah ke Madinah
Setelah dengan izin Allah agama ini mendapat kemenangan dengan kekuatan penduduk Yasrib (Madinah) sesudah kedua ikrar Aqabah, Nabi Muhammad pun mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke kota itu.
Sama halnya dengan sebelum itu, beliau mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke Abisinia. Orang-orang Quraisy tidak tahu, Nabi Muhammad ikut hijrah atau tetap tinggal di Makkah seperti tatkala kaum Muslimin dulu hijrah ke Abisinia.
Tahukah Abu Bakar maksud Nabi Muhammad, yang oleh Quraisy tidak diketahui? Segala yang disebutkan mengenai ini hanyalah, bahwa Abu Bakar meminta izin kepada Nabi Muhammad akan pergi hijrah, dan dijawab: "Jangan tergesa-gesa, kalau-kalau Allah nanti memberikan seorang teman kepadamu."
Dan tidak lebih dari itu. Di sini dimulai lagi sebuah lembaran baru, lembaran iman yang begitu kuat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Abu Bakar sudah mengetahui benar, bahwa sejak kaum Muslimin hijrah ke Yasrib, pihak Quraisy memaksa mereka yang dapat dikembalikan ke Makkah harus dikembalikan, dipaksa meninggalkan agama itu.
Kemudian mereka disiksa, dianiaya. Juga ia mengetahui, bahwa orang-orang musyrik itu berkumpul di Darun Nadwah, berkomplot hendak membunuh Nabi Muhammad. Kalau ia menemani Nabi Muhammad dalam hijrahnya itu lalu Quraisy bertindak membunuh Nabi Muhammad, tidak bisa tidak Abu Bakar juga pasti dibunuhnya.
Sungguhpun begitu, ketika ia oleh Rasulullah diminta menunda, ia pun tidak ragu. Bahkan ia merasa sangat gembira, dan yakin benar ia bahwa kalau ia hijrah bersama Rasulullah, Allah akan memberikan pahala dan ini suatu kebanggaan yang tiada taranya. Kalau sampai ia mati terbunuh bersama dia, itu adalah mati syahid yang akan mendapat surga.
Sejak itu Abu Bakar sudah menyiapkan dua ekor unta sambil menunggu perkembangan lebih lanjut bersama kawannya itu. Sementara sore itu ia di rumah tiba-tiba datang Nabi Muhammad seperti biasa tiap sore. Ia memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkan ia hijrah ke Yasrib.
Abu Bakar menyampaikan keinginannya kepada Rasulullah sekiranya dapat menemaninya dalam hijrahnya itu; dan permintaannya itu pun dikabulkan.
Khawatir Nabi Muhammad akan melarikan diri sesudah kembali ke rumahnya, pemuda-pemuda Quraisy segera mengepungnya. Rasulullah membisikkan kepada Ali bin Abi Thalib supaya ia mengenakan mantel Hadramautnya yang hijau dan berbaring di tempat tidurnya. Hal itu dilakukan oleh Ali.
Lewat tengah malam, dengan tidak setahu pemuda-pemuda Quraisy beliau keluar pergi ke rumah Abu Bakar. Ternyata Abu Bakar memang sedang menunggunya. Kedua orang itu kemudian keluar dari celah pintu belakang dan bertolak ke arah selatan menuju Gua Tsur. Di dalam gua itulah mereka bersembunyi.
Pemuda-pemuda Quraisy itu segera bergegas ke setiap lembah dan gunung mencari Nabi Muhammad untuk dibunuh. Sampai di Gua Tsur salah seorang dari mereka naik ke atas gua itu kalau-kalau dapat menemukan jejaknya.
Saat itu Abu Bakar sudah mandi keringat ketika terdengar suara mereka memanggil-manggil. Ia menahan nafas, tidak bergerak dan hanya menyerahkan nasib kepada Allah. Tetapi Nabi Muhammad masih tetap berzikir dan berdoa kepada Allah.
Abu Bakar makin merapatkan diri ke dekat kawannya itu, dan Rasulullah berbisik "Jangan bersedih hati”
Pemuda-pemuda Quraisy itu melihat ke sekeliling gua dan yang dilihatnya hanya laba-laba yang sedang menganyam sarangnya di mulut gua itu. la kembali ke tempat teman-temannya dan mereka bertanya kenapa ia tidak masuk. "Ada laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir."
Dengan perasaan dongkol pemuda-pemuda itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Setelah mereka menjauh Nabi Muhammad berseru: "Alhamdulillah, Allahu Akbar!"
Apa yang disaksikan Abu Bakar itu sungguh makin menambah kekuatan imannya.
Apa penyebab ketakutan Abu Bakar ketlka dalam gua? Adakah rasa takut pada Abu Bakar itu sampai ia bermandi keringat dan merapatkan diri kepada Rasulullah karena ia sangat mendambakan kehidupan dunia, takut nasibnya ditimpa bencana? Atau karena ia tidak memikirkan dirinya lagi tapi yang dipikirkannya hanya Rasulullah dan jika mungkin ia akan mengorbankan diri demi Rasulullah?
Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan al-Basri, Ibn Hisyam menuturkan: "Ketika malam itu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar memasuki gua, Abu Bakar radiallahu 'anhu masuk lebih dulu sebelum Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dengan dirinya."
Begitu juga sikapnya ketika dalam keadaan begitu genting demikian terdengar suara pemuda-pemuda Quraisy, ia berbisik di telinga Nabi: "Kalau saja mereka ada yang menjenguk ke bawah, pasti mereka melihat kita."
Pikiran Abu Bakar bukan apa yang akan menimpa dirinya, tetapi yang dipikirkannya Rasulullah dan perkembangan agama, yang untuk itu ia berdakwah atas perintah Allah, kalau sampai pemuda-pemuda itu berhasil membunuhnya.
Bahkan barangkali pada saat itu tiada lain yang dipikirkannya, seperti seorang ibu yang khawatir akan keselamatan anaknya. Ia gemetar ketakutan, ia gelisah. Tak lagi ia dapat berpikir. Bila ada bahaya mengancam, ia akan terjun melemparkan diri ke dalam bahaya itu, sebab ia ingin melindungi atau mati demi anaknya itu.
Ataukah Abu Bakar memang lebih gelisah dari ibu itu, lebih menganggap enteng segala bahaya yang datang, karena imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah memang sudah lebih kuat dari cintanya kepada kehidupan dunia, dari naluri seorang ibu dan dari segala yang dapat dirasakan oleh perasaan kita dan apa yang terlintas dalam pikiran kita?!
Coba kita bayangkan, betapa iman itu menjelma di depannya, dalam diri Rasulullah, dan dengan itu segala makna yang kudus menjelma pula dalam bentuk kekudusan dan kerohaniannya yang agung dan cemerlang!
“Saat ini saya membayangkan Abu Bakar sedang duduk dan Rasulullah di sampingnya. Juga saya membayangkan bahaya yang sedang mengancam kedua orang itu. Imajinasi saya tak dapat membantu mengungkapkan segala yang terkandung dalam lukisan hidup yang luar biasa ini, tak ada bandingannya dalam bentuk yang bagaimanapun,” ujar Haekal.
Sejarah menceritakan kepada kita kisah orang-orang yang telah mengorbankan diri demi seorang pemimpin atau raja. Dan pada zaman kita ini pun banyak pemimpin yang dikultuskan orang. Mereka lebih dicintai daripada diri mereka sendiri. “Tetapi keadaan Abu Bakar dalam gua jauh berbeda,” lanjut Haekal.
Menurut Haekal, para pakar psikologi perlu sekali membuat analisis yang cermat tentang dia, dan yang benar-benar dapat melukiskan keadaannya itu.
Apa artinya keyakinan orang kepada seorang pemimpin dan raja dibandingkan dengan keyakinan Abu Bakar kepada Rasulullah yang telah menjadi pilihan Allah dan mewahyukannya dengan agama yang benar!? Dan apa pula artinya pengorbanan orang untuk pemimpin-pemimpin dan raja-raja itu dibandingkan dengan apa yang berkecamuk dalam pikiran Abu Bakar saat itu, yang begitu khawatir terjadi bahaya menimpa keselamatan Rasulullah.
Lebih-lebih lagi jika tak sampai dapat menolak bahaya itu. Inilah keagungan yang sungguh cemerlang, yang rasanya sudah tak mungkin dapat dilukiskan lagi. Itulah sebabnya, menurut Haekal, penulis-penulis biografi tak ada yang menyinggung soal ini.
Setelah pemuda-pemuda Quraisy itu putus asa dan meninggalkan Gua Tsur, Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari tempat persembunyian dan meneruskan perjalanan. Dalam perjalanan itu pun bahaya yang mereka hadapi tidak kurang pula dari bahaya yang mengancam mereka selama di dalam gua.
Abu Bakar masih dapat membawa sisa laba perdagangannya sebanyak lima ribu dirham. Setiba di Madinah dan orang menyambut Rasulullah begitu meriah, Abu Bakar memulai hidupnya di kota itu seperti halnya dengan kaum Muhajirin yang lain, meskipun kedudukannya tetap di samping Rasulullah, kedudukan sebagai khalil, sebagai Ash-Shiddlq dan sebagai menteri penasehat. ( )
Pada saat Nabi Muhammad berbicara kepada penduduk Makkah bahwa Allah telah memperjalankannya malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan bahwa ia bersembahyang di sana. Oleh orang-orang musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam pun merasa ragu. ( )
Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu: “Soalnya sudah jelas. Perjalanan kafilah Makkah-Syam yang terus-menerus pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin hanya satu malam saja Muhammad pergi pulang ke Makkah!”
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi. Abu Bakar dengan tegas mengatakan, "Rasulullah, saya percaya." Sejak itu Nabi Muhammad memanggil Abu Bakar dengan "ash-Shiddiq".
Baca Juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Paling Terdepan Membela Rasulullah SAW
Sesudah peristiwa Isra, Abu Bakar tetap menjalankan usaha dagangnya. Sebagian besar waktunya ia gunakan menemani Rasulullah dan untuk menjaga orang-orang lemah yang sudah masuk Islam, melindungi mereka dari gangguan Quraisy di samping mengajak mereka yang mulai tergugah hatinya kepada Islam.
Sementara kaum kafir Quraisy begitu keras mengganggu Nabi dan Abu Bakar serta kaum Muslimin yang lain. Abu Bakar tidak ikut hijrah ke Abisinia bersama-sama kaum Muslimin yang lain, termasuk Usman Bin Affan. ( )
Konon, pada awalnya, Abu Bakar juga bermaksud pergi bersama-sama rombongan hijrah ke Abisinia. Tetapi saat bertemu dengan Rabiah bin ad-Dugunnah, beliau diingatkan peran pentingnya mendampingi Rasulullah. "Jangan ikut hijrah. Engkau penghubung tali kekeluargaan. Engkau yang membenarkan peristiwa Isra, membantu orang tak punya dan engkau yang mengatur pasang surutnya keadaan," Ujar Rabiah mengingatkan.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Akhirnya ia tetap tinggal di Makkah, bersama Nabi Muhammad, berjuang mati-matian demi dakwah di jalan Allah sambil belajar tentang segala yang diwahyukan Allah kepada Nabi untuk disiarkan kepada umat manusia.
Ia lalu diberi perlindungan keamanan oleh Quraisy. Abu Bakar membangun masjid di serambi rumahnya. Di tempat itu ia sembahyang dan membaca Qur'an. ( )
Teman Dekat
Kafir Quraisy merasa khawatir, pemuda-pemuda mereka akan tergoda dengan Islam. Mereka menyesalkan keputusan Ibn ad-Dugunnah yang memberi perlindungan kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar mengembalikan jaminan perlindungan itu dan ia tetap tinggal di Makkah menghadapi segala gangguan
Harta pribadinya dikorbankannya demi kebaikan mereka yang sudah masuk Islam dan demi mereka yang diharapkan mendapat petunjuk Allah bagi yang belum masuk Islam.
Baca juga: Ka'bah: Kisah Paganisme Pasca-Nabi Ismail dan Pra-Islam
Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr menjelaskan bahwa kala itu kaum Muslimin di Makkah memang sangat memerlukan perjuangan serupa itu, memerlukan sekali perhatian Abu Bakar.
Dalam pada itu Nabi Muhammad masih menerima wahyu dari Allah dan ia sudah tidak lagi mengharapkan penduduk Makkah akan menyambut ajakannya itu. Maka beliau mengalihkan perhatian kepada kabilah-kabilah. Beliau menawarkan diri dan mengajak mereka kepada agama Allah.
Beliau telah pergi ke Ta'if, meminta pengertian penduduk kota itu. Tetapi ia ditolak dengan cara yang tidak wajar. Dalam hubungannya dengan Tuhan, selalu beliau memikirkan risalahnya itu dan untuk berdakwah ke arah itu serta cara-caranya untuk menyukseskan dakwahnya itu. Dalam pada itu Quraisy juga tak pernah tinggal diam dan tak pernah berhenti mengadakan perlawanan.
Di samping semua itu, Abu Bakar juga selalu memikirkan nasib kaum Muslimin yang tinggal di Makkah, mengatur segala cara untuk ketenteraman dan keamanan hidup mereka.
Tindakan Abu Bakar dalam melindungi kaum Muslimin ketika agama ini baru tumbuh, itu pula yang menyebabkan Nabi Muhammad lebih dekat kepadanya. Inilah yang telah mempertalikan kedua orang itu dengan tali persaudaraan dalam iman, sehingga Nabi Muhammad memilihnya sebagai teman dekatnya (khalilnya).
Hijrah ke Madinah
Setelah dengan izin Allah agama ini mendapat kemenangan dengan kekuatan penduduk Yasrib (Madinah) sesudah kedua ikrar Aqabah, Nabi Muhammad pun mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke kota itu.
Sama halnya dengan sebelum itu, beliau mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke Abisinia. Orang-orang Quraisy tidak tahu, Nabi Muhammad ikut hijrah atau tetap tinggal di Makkah seperti tatkala kaum Muslimin dulu hijrah ke Abisinia.
Tahukah Abu Bakar maksud Nabi Muhammad, yang oleh Quraisy tidak diketahui? Segala yang disebutkan mengenai ini hanyalah, bahwa Abu Bakar meminta izin kepada Nabi Muhammad akan pergi hijrah, dan dijawab: "Jangan tergesa-gesa, kalau-kalau Allah nanti memberikan seorang teman kepadamu."
Dan tidak lebih dari itu. Di sini dimulai lagi sebuah lembaran baru, lembaran iman yang begitu kuat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Abu Bakar sudah mengetahui benar, bahwa sejak kaum Muslimin hijrah ke Yasrib, pihak Quraisy memaksa mereka yang dapat dikembalikan ke Makkah harus dikembalikan, dipaksa meninggalkan agama itu.
Kemudian mereka disiksa, dianiaya. Juga ia mengetahui, bahwa orang-orang musyrik itu berkumpul di Darun Nadwah, berkomplot hendak membunuh Nabi Muhammad. Kalau ia menemani Nabi Muhammad dalam hijrahnya itu lalu Quraisy bertindak membunuh Nabi Muhammad, tidak bisa tidak Abu Bakar juga pasti dibunuhnya.
Sungguhpun begitu, ketika ia oleh Rasulullah diminta menunda, ia pun tidak ragu. Bahkan ia merasa sangat gembira, dan yakin benar ia bahwa kalau ia hijrah bersama Rasulullah, Allah akan memberikan pahala dan ini suatu kebanggaan yang tiada taranya. Kalau sampai ia mati terbunuh bersama dia, itu adalah mati syahid yang akan mendapat surga.
Sejak itu Abu Bakar sudah menyiapkan dua ekor unta sambil menunggu perkembangan lebih lanjut bersama kawannya itu. Sementara sore itu ia di rumah tiba-tiba datang Nabi Muhammad seperti biasa tiap sore. Ia memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkan ia hijrah ke Yasrib.
Abu Bakar menyampaikan keinginannya kepada Rasulullah sekiranya dapat menemaninya dalam hijrahnya itu; dan permintaannya itu pun dikabulkan.
Khawatir Nabi Muhammad akan melarikan diri sesudah kembali ke rumahnya, pemuda-pemuda Quraisy segera mengepungnya. Rasulullah membisikkan kepada Ali bin Abi Thalib supaya ia mengenakan mantel Hadramautnya yang hijau dan berbaring di tempat tidurnya. Hal itu dilakukan oleh Ali.
Lewat tengah malam, dengan tidak setahu pemuda-pemuda Quraisy beliau keluar pergi ke rumah Abu Bakar. Ternyata Abu Bakar memang sedang menunggunya. Kedua orang itu kemudian keluar dari celah pintu belakang dan bertolak ke arah selatan menuju Gua Tsur. Di dalam gua itulah mereka bersembunyi.
Pemuda-pemuda Quraisy itu segera bergegas ke setiap lembah dan gunung mencari Nabi Muhammad untuk dibunuh. Sampai di Gua Tsur salah seorang dari mereka naik ke atas gua itu kalau-kalau dapat menemukan jejaknya.
Saat itu Abu Bakar sudah mandi keringat ketika terdengar suara mereka memanggil-manggil. Ia menahan nafas, tidak bergerak dan hanya menyerahkan nasib kepada Allah. Tetapi Nabi Muhammad masih tetap berzikir dan berdoa kepada Allah.
Abu Bakar makin merapatkan diri ke dekat kawannya itu, dan Rasulullah berbisik "Jangan bersedih hati”
Pemuda-pemuda Quraisy itu melihat ke sekeliling gua dan yang dilihatnya hanya laba-laba yang sedang menganyam sarangnya di mulut gua itu. la kembali ke tempat teman-temannya dan mereka bertanya kenapa ia tidak masuk. "Ada laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir."
Dengan perasaan dongkol pemuda-pemuda itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Setelah mereka menjauh Nabi Muhammad berseru: "Alhamdulillah, Allahu Akbar!"
Apa yang disaksikan Abu Bakar itu sungguh makin menambah kekuatan imannya.
Apa penyebab ketakutan Abu Bakar ketlka dalam gua? Adakah rasa takut pada Abu Bakar itu sampai ia bermandi keringat dan merapatkan diri kepada Rasulullah karena ia sangat mendambakan kehidupan dunia, takut nasibnya ditimpa bencana? Atau karena ia tidak memikirkan dirinya lagi tapi yang dipikirkannya hanya Rasulullah dan jika mungkin ia akan mengorbankan diri demi Rasulullah?
Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan al-Basri, Ibn Hisyam menuturkan: "Ketika malam itu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar memasuki gua, Abu Bakar radiallahu 'anhu masuk lebih dulu sebelum Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dengan dirinya."
Begitu juga sikapnya ketika dalam keadaan begitu genting demikian terdengar suara pemuda-pemuda Quraisy, ia berbisik di telinga Nabi: "Kalau saja mereka ada yang menjenguk ke bawah, pasti mereka melihat kita."
Pikiran Abu Bakar bukan apa yang akan menimpa dirinya, tetapi yang dipikirkannya Rasulullah dan perkembangan agama, yang untuk itu ia berdakwah atas perintah Allah, kalau sampai pemuda-pemuda itu berhasil membunuhnya.
Bahkan barangkali pada saat itu tiada lain yang dipikirkannya, seperti seorang ibu yang khawatir akan keselamatan anaknya. Ia gemetar ketakutan, ia gelisah. Tak lagi ia dapat berpikir. Bila ada bahaya mengancam, ia akan terjun melemparkan diri ke dalam bahaya itu, sebab ia ingin melindungi atau mati demi anaknya itu.
Ataukah Abu Bakar memang lebih gelisah dari ibu itu, lebih menganggap enteng segala bahaya yang datang, karena imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah memang sudah lebih kuat dari cintanya kepada kehidupan dunia, dari naluri seorang ibu dan dari segala yang dapat dirasakan oleh perasaan kita dan apa yang terlintas dalam pikiran kita?!
Coba kita bayangkan, betapa iman itu menjelma di depannya, dalam diri Rasulullah, dan dengan itu segala makna yang kudus menjelma pula dalam bentuk kekudusan dan kerohaniannya yang agung dan cemerlang!
“Saat ini saya membayangkan Abu Bakar sedang duduk dan Rasulullah di sampingnya. Juga saya membayangkan bahaya yang sedang mengancam kedua orang itu. Imajinasi saya tak dapat membantu mengungkapkan segala yang terkandung dalam lukisan hidup yang luar biasa ini, tak ada bandingannya dalam bentuk yang bagaimanapun,” ujar Haekal.
Sejarah menceritakan kepada kita kisah orang-orang yang telah mengorbankan diri demi seorang pemimpin atau raja. Dan pada zaman kita ini pun banyak pemimpin yang dikultuskan orang. Mereka lebih dicintai daripada diri mereka sendiri. “Tetapi keadaan Abu Bakar dalam gua jauh berbeda,” lanjut Haekal.
Menurut Haekal, para pakar psikologi perlu sekali membuat analisis yang cermat tentang dia, dan yang benar-benar dapat melukiskan keadaannya itu.
Apa artinya keyakinan orang kepada seorang pemimpin dan raja dibandingkan dengan keyakinan Abu Bakar kepada Rasulullah yang telah menjadi pilihan Allah dan mewahyukannya dengan agama yang benar!? Dan apa pula artinya pengorbanan orang untuk pemimpin-pemimpin dan raja-raja itu dibandingkan dengan apa yang berkecamuk dalam pikiran Abu Bakar saat itu, yang begitu khawatir terjadi bahaya menimpa keselamatan Rasulullah.
Lebih-lebih lagi jika tak sampai dapat menolak bahaya itu. Inilah keagungan yang sungguh cemerlang, yang rasanya sudah tak mungkin dapat dilukiskan lagi. Itulah sebabnya, menurut Haekal, penulis-penulis biografi tak ada yang menyinggung soal ini.
Setelah pemuda-pemuda Quraisy itu putus asa dan meninggalkan Gua Tsur, Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari tempat persembunyian dan meneruskan perjalanan. Dalam perjalanan itu pun bahaya yang mereka hadapi tidak kurang pula dari bahaya yang mengancam mereka selama di dalam gua.
Abu Bakar masih dapat membawa sisa laba perdagangannya sebanyak lima ribu dirham. Setiba di Madinah dan orang menyambut Rasulullah begitu meriah, Abu Bakar memulai hidupnya di kota itu seperti halnya dengan kaum Muhajirin yang lain, meskipun kedudukannya tetap di samping Rasulullah, kedudukan sebagai khalil, sebagai Ash-Shiddlq dan sebagai menteri penasehat. ( )
(mhy)