Tatkala Umar Marah dan Berniat Membunuh Dedengkot Munafik Ibnu Ubay

Sabtu, 13 Juni 2020 - 05:00 WIB
loading...
Tatkala Umar Marah dan Berniat Membunuh Dedengkot Munafik Ibnu Ubay
Ketika sampai di as-Syauth (nama tempat), tokoh munafik Abdullah bin Ubay ibnu Salul diikuti oleh tiga ratus munafik lainnya membelot, kembali dan tidak mau ikut berperang. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SETELAH Rasulullah selesai menghadapi perang dengan Banu Mustaliq, ada dua orang dari kalangan Muslimin yang bertengkar memperebutkan mata air; yang seorang dari kalangan Muhajirin dan yang seorang lagi dari Anshar .

Mereka yang dari Muhajirin berteriak: “Saudara-saudara Muhajirin!”

Dibalas oleh Anshar: “Saudara-saudara Anshar!”

Pada waktu itulah Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik di Madinah berkata kepada orang-orang di sekitarnya: "Di kota kita ini sudah banyak kaum Muhajirin. Penggabungan kita dengan mereka akan seperti kata peribahasa: 'Seperti membesarkan anak harimau.' Sungguh, kalau kita sudah kembali ke Madinah, orang yang berkuasa akan mengusir orang yang lebih hina." (Baca juga: Membakar Masjid Kaum Munafik, Matinya Abdullah Bin Ubay )

Muhammad Husain Haekal dalam "Umar bin Khattab" menceritakan bahwa kata-kata Abdullah bin Ubai itu oleh sahabat disampaikan kepada Rasulullah, yang ketika itu ada Sayidina Umar bin Khattab . Umar naik pitam mendengar laporan itu dan katanya: “Rasulullah, perintahkan kepada Abbad bin Bisyir supaya membunuhnya.”

Tetapi Rasulullah menjawab: “Umar, bagaimana kalau sampai menjadi pembicaraan orang, bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya sendiri. Lalu ia meminta diumumkan supaya kaum Muslimin segera berangkat pada waktu yang tidak biasa mereka lakukan.” ( )

Sementara itu, M Quraish Shihab dalam "Membaca Sirah Nabi Muhammad Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih" memaparkan Abdullah bin Ubay menyebarkan propagranda dan api kebencian terhadap kaum Muhajirin di hadapan kelompoknya. Kata Abdullah bin Ubay, kaum Muhajirin telah membenci penduduk Madinah dan banyak dari mereka yang bermukim di Kota Madinah.

“Demi Allah, kita dengan mereka tidak lain kecuali seperti ungkapan, ‘Engkau menggemukkan anjingmu, lalu dia menerkammu.’ Demi Allah, kalau kita kembali ke Madinah, pastilah orang-orang mulia akan mengusir orang-orang hina,” kata Abdullah bin Salul kepada kelompoknya.



Perkataan Abdullah bin Ubay itu didengar Zaid bin Arqam. Zaid kemudian menyampaikan informasi itu kepada pamannya, dan pamannya melanjutkannya kepada Nabi Muhammad. Mendengar hal itu, Sayyidina Umar bin Khattab yang saat itu bersama Nabi Muhammad meminta izin agar diperbolehkan membunuh Abdullah bin Ubay. Nabi menolak permintaan Sayyidina Umar tersebut.

“Bagaimana kalau orang berkata ‘Muhammad membunuh sahabatnya’? Tidak,” kata Nabi Muhammad menjawab permintaan Sayyidina Umar. ( ).

Tak berapa lama Abdullah bin Ubai menemui Rasulullah dan membantah bahwa ia berkata demikian. Hanya saja, pernyataan si Munafik ini ketahuan bohong setelah Nabi Muhammad menerima wahyu Al-Qur’an Surat al-Munafiqun ayat 8-10 .

يَقُوۡلُوۡنَ لَٮِٕنۡ رَّجَعۡنَاۤ اِلَى الۡمَدِيۡنَةِ لَيُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ مِنۡهَا الۡاَذَلَّ ‌ؕ وَلِلّٰهِ الۡعِزَّةُ وَلِرَسُوۡلِهٖ وَلِلۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَلٰـكِنَّ الۡمُنٰفِقِيۡنَ لَا يَعۡلَمُوۡنَ

8. Mereka berkata, “Sungguh, jika kita kembali ke Madinah (kembali dari perang Bani Mustalik), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُلۡهِكُمۡ اَمۡوَالُكُمۡ وَلَاۤ اَوۡلَادُكُمۡ عَنۡ ذِكۡرِ اللّٰهِ‌ۚ وَمَنۡ يَّفۡعَلۡ ذٰلِكَ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ

9. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

وَاَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا رَزَقۡنٰكُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ يَّاۡتِىَ اَحَدَكُمُ الۡمَوۡتُ فَيَقُوۡلَ رَبِّ لَوۡلَاۤ اَخَّرۡتَنِىۡۤ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيۡبٍۙ فَاَصَّدَّقَ وَاَكُنۡ مِّنَ الصّٰلِحِيۡنَ

10. Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.”



Dengan turunnya ayat ini, maka Allah membenarkan kabar yang disampaikan Zaid bin Arqam dan menunjukkan kemunafikan Abdullah bin Ubay.

Sejak itu penduduk Madinah melihat kepada Abdullah bin Ubai dengan penuh curiga dan tidak lagi menghargainya.

)

Gembong Kaum Munafik

Abdullah bin Ubay bin Salul menjadi gembong kaum munafik karena dengki dan membeci Nabi Muhammad. Rasulullah dianggap penghalang dirinya untuk menjadi penguasa Madinah.

Semula Abdullah bin Ubay direncanakan akan diangkat sebagai tokoh dan penguasa Madinah karena jasanya berhasil meredam ketegangan antara kabilah Aus dan Khazraj.

Namun setelah Nabi Muhammad datang ke Madinah, pengaruh Abdullah bin Salul menjadi pudar. Hingga akhirnya Nabi lah yang menjadi pemimpin Kota Madinah. Karena itulah, Abdullah bin Ubay menaruh kebencian dan kedengkian terhadap Nabi Muhammad

Abdullah bin Ubay kemudian masuk Islam, sebagaimana kabilah Aus dan kabilah Khazraj lainnya, setelah Nabi Muhammad tiba di Madinah. Namun, dia hanya berpura-pura menjadi pengikut Nabi Muhammad. Sejatinya, dia memendam kebencian dan permusuhan terhadap Nabi.



Tidak seperti umumnya musuh Nabi, seperti keterangan dalam buku Para Penentang Muhammad SAW (Misran dan Armansyah, 2018), Abdullah bin Ubay memusuhi Nabi Muhammad dengan cara-cara halus dan konspiratif. Ia kerap kali menghasut, memfitnah, dan mengadu domba antara satu sahabat dengan yang lainnya –bahkan dengan Nabi Muhammad sendiri.

Abdullah bin Ubay pernah melakukam propaganda dan mengajak mundur 300 pasukan diri dari pasukan Nabi Muhammad saat Perang Uhud, menyebarkan fitnah keji bahwa Sayyidah Aisyah telah melakukan serong dengan Shafwan, berkonspirasi untuk membunuh Nabi Muhammad dalam Perang Dzatu Riqa, memerintahkan budaknya untuk melacurkan diri, dan lainnya.

Tatkala pada suatu hari Nabi sedang berbicara dengan Umar mengenai masalah-masalah kaum Muslimin, sampai juga menyebut-nyebut Abdullah bin Ubai dan yang juga disalahkan oleh golongannya sendiri.

"Umar, bagaimana pendapatmu," tanya Rasulullah. "Ya, kalau Anda bunuh dia ketika Anda katakan kepada saya supaya dibunuh saja, tentu akan jadi gempar karenanya. Kalau sekarang saya suruh bunuh tentu akan Anda bunuh."

"Sungguh sudah saya ketahui bahwa perintah Rasulullah lebih besar artinya daripada perintah saya," jawab Umar.

Kisah Abdullah bin Ubay berbeda dengan anak-anaknya. Mereka semua masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi Muhammad yang setia. Hubab atau Abdullah adalah salah satu anak Abdullah bin Ubay yang paling menonjol. Ia ikut dalam Perang Badar, Uhud, dan lainnya.

Mendengar sang ayah terus saja bikin masalah, ia mengajukan diri untuk membunuh ayahnya sendiri. "Rasulullah, saya mendengar Anda menginginkan Abdullah bin Ubai dibunuh. Kalau memang begitu, berikanlah tugas itu kepada saya, akan saya bawakan kepalanya kepada Anda. Orang-orang Khazraj sudah tahu, tak ada orang yang begitu berbakti kepada ayahnya seperti yang saya lakukan. Saya khawatir Anda akan menyerahkan tugas ini kepada orang lain. Kalau sampai orang lain itu yang membunuhnya, saya tak akan dapat menahan diri membiarkan orang yang membunuh ayah saya berjalan bebas. Tentu akan saya bunuh dia dan berarti saya membunuh orang beriman yang membunuh orang kafir, dan saya akan masuk neraka."

Rasulullah menjawab: “Kita tidak akan membunuhnya. Bahkan kita harus berlaku baik kepadanya, harus menemaninya baik-baik selama dia masih bersama dengan kita."

Baca juga
: Sebelum Kenabian, Sepupu Umar bin Khattab Sudah Berakidah Tauhid

Perang Uhud
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan untuk menyambut serangan kaum kuffar Makkah dan sekitarnya di luar Madinah. Sebelum berangkat, Rasulullah membagi pasukan beliau menjadi tiga regu dan masing-masing diberi bendera.

Bendera regu Muhajirin diserahkan kepada Mush’ab bin Umar Radhiyallahu anhu yang selanjutnya diganti oleh Ali bin Abu Thâlib setelah Mush’ab Radhiyallahu anhu wafat sebagai syahid di medan tempur, bendera Aus dibawa oleh Usaid bin Hudhair sementara satu bendera lagi yaitu bendera Khazraj dipercayakan kepada al Habbab bin al Mundzir Radhiyallahu anhu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan Madinah pada hari Jum’at disertai dengan seribu pasukan. Di antara mereka ada 100 orang yang mengenakan baju besi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pada saat itu mengenakan dua lapis baju besi.

Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat

Ketika sudah melewati bukit Wadâ’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat sekelompok orang yang bersenjata lengkap. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Siapa mereka ?”

Para shahabat menjawab : “Itu adalah Abdullah bin Ubay ibnu Salul beserta teman-temannya orang-orang Yahudi Bani Qainuqâ’, kelompoknya Abdullah bin Salam yang berjumlah enam ratus".

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi: “Apakah mereka sudah memeluk agama Islam ?”

Para shahabat menjawab : “Tidak, wahai Rasulullah.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Suruhlah mereka pulang! Kita tidak akan minta bantuan kepada orang-orang musyrik dalam rangka menghadapi orang-orang musyrik juga.”



Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di as-Syauth (nama tempat), tokoh munafik Abdullah bin Ubay ibnu Salul diikuti oleh tiga ratus munafik lainnya membelot, kembali dan tidak mau ikut berperang.

Mereka beralasan bahwa peperangan tidak akan terjadi. Pembelotan ini juga sebagai bentuk protes terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memutuskan untuk menyambut kedatangan musuh di luar Madinah.



Dalam merespon tindakan buruk yang dilakukan orang-orang munafik ini, para sahabat terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok memandang agar kaum muslimin menyerang dan memberi pelajaran kepada orang-orang munafik ini sementara satu kelompok lagi memandang tidak perlu menyerang mereka. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya:

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Maka mengapa kalian (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah Telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? [an-Nisa’/4:88][4]



Menyaksikan pembelotan Abdullah bin Ubay ibnu Salul ini, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm Radhiyallahu anhu menyusul mereka hendak mengingatkan agar kembali dan bergabung dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun uapaya ini gagal dan mereka tetap menolak.

Akhirnya, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm Radhiyallahu anhu geram dan mengatakan : “Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan kalian dari rahmat-Nya, wahai musuh-musuh Allah! Allah Azza wa Jalla pasti akan menjadikan nabi-Nya tidak butuh pada kalian.”



Isyarat tentang dialog ini terdapat dalam firman Allah Azza wa Jalla:

وَمَا أَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِينَ﴿١٦٦﴾وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا ۚ وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا ۖ قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَاتَّبَعْنَاكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْإِيمَانِ ۚ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۗ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ

Dan apa yang menimpa kalian pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)”. mereka berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu” Pada hari itu, mereka lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. [Ali Imrân/3:166-167][5]

Ketika itu, Bani Salamah dari suku Khazraj dan Bani Hâritsah dari suku Aus hampir saja ikut mundur dan bergabung bersama orang-orang munafik, namun Allah Azza wa Jalla memberikan mereka keteguhan hati untuk tetap bertahan dengan kaum Muslimin.

Baca Juga: Kisah Mush'ab bin 'Umair, Sahabat Nabi yang Dicintai
Tentang mereka ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِذْ هَمَّتْ طَائِفَتَانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلَا وَاللَّهُ وَلِيُّهُمَا ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal hanya kepada Allah [Ali Imrân/3:122



Ijtihad Umar
Sesudah Abdullah bin Ubai meninggal dan Nabi bermaksud menyembahyangkannya, Umar segera mengingatkan tipu daya dan kejahatan mereka itu terhadap Islam, dengan membacakan firman Allah:

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

"Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik". (Surat At-Taubah Ayat 80)



Nabi tersenyum melihat semangat Umar demikian rupa menyerang orang yang sudah meninggal seraya katanya: "Kalau saya tahu dengan menambah lebih dari tujuh puluh dapat diampuni akan kutambah."

Nabi menyembahyangkan juga dan ikut mengantarkan sampai selesai penguburan. Setelah itu datang firman Allah:

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (Surat At-Taubah Ayat 84)

Baca juga
: Pesan Nabi, Teladanilah Dua Orang Ini Sepeninggalku


(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.0226 seconds (0.1#10.140)